Analisis Konsep Pendidikan Paulo Freire


ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN PAULO FREIRE


Abstrak
Paulo Freire adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Bagi dia, system pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan igantikan dengan sistem pendidikan yang baru. Sebagai jalan keluar atas kritikan tajam itu maka Freire menawarkan suatu sistem pendidikan alternatif yang menurutnya relevan bagi masyarakat miskin dan tersisih. Kritikan dan pendidikan altenatif yang ditawarkan Freire itu menarik untuk dipakai menganalisis permasalahan pendidikan di Indonesia. Walaupun harus diakui bahwa konteks yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran yang kontroversial mengenai pendidikan itu berbeda dengan konteks Indonesia. Namun di balik kesadaran itu, ada keyakinan bahwa filsafat pendidikan yang ada di belakang pemikiran Freire dan juga metodologi pendidikan yang ditawarkan akan bermanfaat dalam “membedah” permasalahan Pendidikan di Indonesia.

Kata kunci: Pendidikan Paulo Freire, Pendidikan Indonesia, Paulo Freire


Pendahuluan
Pendidikan bukan hanya sebuah kewajiban, lebih dari itu pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Dimana manusia akan lebih berkembang dengan adanya pendidikan. Tujuan pendidikan itu sendiri beragam, tergantung pribadi tiap individu memandang pendidikan itu sendiri, ada yang memandang pendidikan yang baik dapat memperbaiki status kerjanya, sehingga mendapatakan pekerjaan yang nyaman, ada pula yang memandang pendidikan adalah sebuah alat transportasi untuk membawanya menuju jenjang itu semua.
Terlepas dari pandangan itu semua, sebenarnya pendidikan adalah sesuatu hal yang luhur. Di mana suatu pendidikan tak hanya sebatas dalam lembaga formal saja tetapi pendidikan juga ada dilingkungan informal, karena hakikatnya kita lahir sampai akhir hayat. Belajar adalah bagaimana kita berkembang untuk terus menjadi baik menjadi pemimpin di bumi ini.
Menurut Mudyaharjo, Pendidikan merupakan upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, serta pemerintah, dengan melalui pengajaran atau latihan, kegiatan bimbingan, yang berlangsung di dalam sekolah dan di luar sekolah sepanjang hidupnya, yang bertujuan untuk mempersiapkan anak didik supaya mampu memainkan peranan pada berbagai kondisi lingkungan hidup dengan tepat di waktu yang akan datang.
Konsep pendidikan Paulo Freire berpijak pada penghargaan terhadap manusia. Ia menempatkan pendidik dan peserta didik sebagai subyek dalam proses pendidikan, karena mereka memiliki kedudukan yang sejajar. Pendidikan adalah sebuah kegiatan belajar bersama antara pendidik dan peserta didik dengan perantara dunia, oleh objek-objek yang dapat dikenal. Pendidikan tidak lagi sekedar pengajaran, namun dialog antara para peserta didik dan pendidik yang juga belajar. Keduanya bertanggung jawab bersama atas proses pencapaian. Hal ini merupakan sebuah penghargaan terhadap peserta didik sebagai manusia. Pendidikan bukan lagi proses transfer ilmu pengetahuan, sebab keduanya sama-sama dalam suasana dialogis membuka cakrawala realita dunia.
Tulisan ini berupaya untuk: (1) Mengulas konsep pendidikan Paulo Freire; (2) Kontekstualisasi konsep pendidikan Paulo Freire dengan pendidikan saat ini. Metode yang digunakan dalam hal ini adalah studi kepustakaan dan dokumentasi. Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan studi penelaahan buku-buku, literatur, dan catatan yang terkait dengan konsep pendidikan Paulo Freire. Metode dokumentasi yaitu berupa berkas yang berisi tentang data yang akan dibahas seperti catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda, dan sebagainya.
Pembahasan
Latar Belakang
Dalam sejarah kehidupan masyarakat, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang paling hakiki bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan pendidikanlah manusia mampu mengantarkan hidupnya secara ideal. Pendidikan juga merupakan penolong utama bagi manusia untuk menjalani hidup ini. Karena tanpa pendidikan, manusia sekarang ini tidak akan berbeda dengan keadaan masa-masa purba dahulu. Asumsi ini melahirkan teori yang ekstrim, bahwa maju mundur atau baik buruknya suatu bangsa akan ditentukan oleh keadaan pendidikan yang dijalani bangsa itu.
Di awal tahun 1960-an berjuta-juta rakyat Brazil tidak berhak ikut pemilihan umum karena tidak mampu membaca dan menulis (khususnya di daerah timur laut tempat Freire bekerja). Dari sekitar 34,5 juta jiwa hanya 15,5 juta orang saja yang memberikan suara. Brazil bergejolak, banyak gerakan reformasi tumbuh pada saat itu, yaitu golongan sosialis, komunis, mahasiswa, pimpinan buruh, golongan politis dan militer kristen berjuang mengejar tujuan sosial politiknya masing-masing. Dalam hal inilah yang melatarbelakangi pendidikan Paulo Friere.
Paulo Freire menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Menurut Freire bahwa sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak kepada rakyat miskin, tapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan bagi penguasa. karenanya sistem yang ada harus dihapus dan digantikan dengan sistem yang lebih memihak kepada kaum miskin. Freire menawarkan suatu sistem pendidikan alternatif yang relevan bagi masyarakat miskin dan marginal.
Menurut Freire pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat objektif atau subjektif, tapi harus kedua-duanya. Guru adalah subjek aktif, sedangkan anak didik adalah obyek pasif yang penurut, dan diperlakukan tidak berbeda atau menjadi bagian dari realitas dunia yang diajarkan kepada mereka, sebagai objek pengetahuan teoritis yang tidak berkesadaran. Pendidikan akhirnya bersifat negatif dimana guru memberi informasi yang harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan dihapalkan.
Paulo Freire menginginkan anak didik menjadi subyek yang belajar, subyek yang bertindak dan berfikir, dan pada saat bersamaan berbicara menyatakan hasil tindakan dan buah pikirannya. Begitu juga sang guru. Freire menekankan peran guru sebagai pekerja budaya yang kritis. Guru harus berjuang menghadapi nilai kultural dominan dalam masyarakat maupun dirinya sendiri agar dapat mengerti fungsi politik dan kultural mereka.

Hal-hal yang Mempengaruhi Konsep Pendidikan Paulo Freire
Secara filosofis, pemikiran Freire banyak dipengaruhi oleh aliran pemikiran Fenomenologi, Personalisme, Eksistensialisme, dan Marxisme. Sebagai tokoh pendidikan, ia dikenal sebagai salah satu tokoh utama Rekonstruksionisme. Keyakinan utama seorang Rekonstruksionis ialah, George R. Knight mendaftarkan beberapa prinsip utama dari Rekonstruksionisme, yang intinya adalah: pertama, peradaban dunia sedang berada dalam krisis di mana solusi efektifnya adalah penciptaan suatu tatanan sosial yang menyeluruh. Kedua, pendidikan adalah salah satu agen utama untuk melakukan rekonstruksi terhadap tatanan sosial. Oleh karenanya, seorang pendidik Rekonstruksionis harus secara aktif mendidik demi perubahan sosial. Ketiga, metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertujuan untuk mengenali dan menjawab tantangan sosial yang ada.  Dari ketiga prinsip ini dapat diketahui bahwa di dalam Rekonstruksionisme peranan pendidikan sekolah bukanlah sebagai transmitor (penyampai) kebudayaan yang bersifat pasif sebagaimana diyakini oleh aliran-aliran yang lebih tradisional tetapi sebagai agen yang menjadi pionir yang aktif dalam melakukan reformasi sosial.  Hal ini terlihat secara jelas dalam pemikiran Freire. Menurut Freire, tujuan utama dari pendidikan adalah membuka mata peserta didik guna menyadari realitas ketertindasannya untuk kemudian bertindak melakukan transformasi sosial.  Kegiatan untuk menyadarkan peserta didik tentang realita ketertindasannya ini ia sebut sebagai konsientasi.  Konsientasi adalah pemahaman mengenai keadaan nyata yang sedang dialami peserta didik.
Konsientasi bertujuan untuk “membongkar” apa yang disebut oleh Freire sebagai “kebudayaan diam”. “Kebudayaan diam” adalah suatu kondisi di mana masyarakat dibuat tunduk dan taat sedemikian rupa oleh penguasa, sehingga masyarakat tidak bisa atau berani mempertanyakan keberadaannya, dan pada akhirnya cenderung menerima keberadaan itu secara fatalistis. Dalam kerangka pemikiran seperti di atas tidak mengherankan bahwa bagi Freire, pendidikan senantiasa merupakan tindakan politik, baik untuk mempertahankan status quo ataupun untuk menciptakan perubahan sosial. Menurutnya, kedua kecenderungan tersebut terlihat dengan jelas melalui pengamatan yang seksama terhadap metode belajar mengajar di dalam kelas. Mereka yang menggunakan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan status quo, melakukannya di dalam kelas dengan menggunakan metode pendidikan yang ia sebut sebagai “banking concept of education.”  Sedangkan mereka yang meyakini bahwa pendidikan adalah praksis pembebasan, menurut Freire, akan menggunakan apa yang disebutnya sebagai “problem posing method”.
Pendidikan yang ideal, seharusnya berorientasi kepada nilai-nilai humanisme. Humanisme pendidikan yang dimaksud Freire adalah mengembalikan kodrat manusia menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau objek. Freire berharap sistem pendidikan ini menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia dari kondisi ketertindasan.
Selain itu, Freire menginginkan proses belajar sebagai bentuk investigasi kenyataan. Maksudnya, proses pendidikan itu melibatkan indentifikasi permasalahan yang terjadi di masyarakat. Konteks pendidikan negara agraris misalnya, kurikulum pendidikannya juga harus melibatkan realitas permasalahan pertanian di dalamnya. Selain itu, Freire juga mencontohkan sistem pengajaran idealnya antara guru dan murid. Proses ini merupakan investigasi bersama-sama yang terus dilakukan oleh para murid. Para murid diharuskan memahami bahwa kegiatan mengetahui adalah suatu proses yang tidak pernah berakhir. Sedangkan bagi para guru, mereka harus memposisikan diri juga sebagai murid yang tidak pernah berhenti untuk belajar. Dalam tahap ini, Freire percaya bahwa pendidikan yang dialogis dengan rakyat yang tertindas dapat menuntun pada dunia yang lebih manusiawi.

Kelebihan dan Kelemahan Konsep Paulo Freire
Kelebihan dan Kekurangan Konsep Menurut Paulo Freire Berdasarkan analisis di atas, maka dapat dikemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan dari konsep penyadaran menurut Paulo Freire. Kelebihan dan kekurangannya adalah sebagai berikut: 
a.     Kelebihan
1)     Konsep menurut Paulo Freire dengan pendidikan telah membangun suatu teori pendidikan yang dialektis, di mana teori dan praktik menyatu dan tidak terpisahkan. Freire telah menarik kerangka pemikiran filsafat yang abstrak menjadi lebih konkrit dan praktis serta berguna bagi tuntunan dalam bertindak.
2)     Konsep Paulo Freire lebih dinamis dalam memandang realitas sosial (dunia). Realitas dipandang sebagai sesuatu yang belum selesai dan selalu berubah, maka dari itu membutuhkan pemahaman dan pemikiran yang dinamis juga bagi manusia untuk menjaga eksistensinya di dunia.
3)     Konsep Paulo Freire membebaskan manusia dari situasinya yang tertindas serta berorientasi pada perlawanan atas struktur yang menindas. Untuk bisa keluar dari situasi ketertindasan maka keadaran kritis memang sangat dibutuhkan untuk melawan hegemoni dari kaum penindas. Dengan kesadaran kritis pula manusia atau peserta didik bisa mengkritisi realitas sosial baik di lingkungan sekolah, dan masyarakat.
b.     Kekurangan
1)     Konsep Paulo Freire hanya terbatas pada realitas sosial (dunia), Sehingga tujuan dari segala aktivitas yang dilakukan manusia dalam pendidikan tidak hanya bermuara pada kepentingan manusia di dunia, namun juga bertujuan untuk kepentingan manusia di akhirat.
2)     Konsep Paulo Freire hanya menekankan pada kemampuan kritis manusia. Manusia memang secara fitrah memiliki kapasitas dan kemampuan untuk berpikir secara kritis cara mereka meng’ada’ di dunia, namun kapasitas berpikir ini tentunya memiliki keterbatasan.

Kontekstualisasi Paulo Freire Bagi Indonesia
Allen J. Moore mengatakan bahwa konsep Freire yang dirumuskan dalam konteks Amerika Latin tidak bisa diterapkan begitu saja dalam konteks yang berbeda sebab situasinya dan permasalahannya tidak sama. Peringatan Moore ini adalah satu kendali supaya kita tidak bertindak naif dalam menganalisis suatu permasalahan dalam konteks yang khas. Hal itu sekaligus menjadi peringatan supaya kritikan Freire dapat dipakai secara kritis dalam menganalisis permasalahan pendidikan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia.
Memang harus diakui bahwa konteks permasalahan Amerika Latin, khususnya Brasilia tidak sama persis dengan permasalahan dalam masyarakat Indonesia, tetapi dalam banyak hal kita menemukan persamaan. Masyarakat Indonesia yang terdiri atas suku-suku adalah masyarakat hierarkis yang nampak dalam strata sosial yang mempunyai sebutan khas di berbagai daerah. Sebagai contoh adalah stratifikasi sosial dalam masyarakat Toraja dan dalam masyarakat Bali. Dalam masyarakat Toraja strata sosial disebut “Tana’”. Tana’ Bulawan (strata tertinggi) adalah pemilik budak (tana’ koa-koa) dan sekaligus pemilik harta dan kekuasaan yang “mutlak”.
Walaupun strata sosial ini sudah tidak terlalu nampak tetapi justru telah lahir suatu strata sosial baru yang prakteknya hampir sama dengan feodalisme tradisional. Pemegang kendali dalam feodalisme modern adalah kelompok pedagang/pengusaha yang menguasai ekonomi lebih dari setengah kekayaan yang ada. Kelompok tersebut mengakumulasikan kekayaan kurang lebih 80% kekayaan Indonesia padahal jumlah mereka tidak lebih dari 20% dari jumlah penduduk. Kedua kelompok “penindas” tersebut semakin memperkokoh kekuasaannya sebab secara praktik hanya mereka yang mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi yang sangat mahal dan terpola dalam sistem kekuasaan itu. Generasi itulah yang kemudian menjadi pewaris “tahta penindasan”. Kalau ada dari kelompok rakyat kecil yang mampu mengecap pendidikan tinggi, ia akan berubah menjadi pemegang kendali feodalismebaru itu baik dalam rangka balas dendam maupun dalam “penindasan” terhadap sesamanya kaum “tertindas”. Salah satu kritikan Freire adalah pendidikan yang berupaya membebaskan kaum tertindas untuk menjadi penindas baru.
Bagi Freire pembebasan kaum tertindas tidak dimaksudkan supaya ia bangkit menjadi penindas yang baru, tetapi supaya sekaligus membebaskan para penindas dari kepenindasannya. Dalam proses belajar mengajar, pemerintah Republik Indonesia telah mengupayakan untuk menerapkan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA), tetapi hanya metodenya sajalah yang CBSA. Sementaramateri yang disampaikan masih merupakan barang asing yang tidak lahir dari dalam konteks dimana manusia itu ada sehingga pada akhirnya siswa kembali menjadi “bank” penyimpanan sejumlah pengetahuan. Memang siswa aktif belajar dan mungkin berdiskusi dalam kelas tetapi yang didiskusikan dan dipelajari dalam kelas adalah sejumlah dalil dan rumus yang tidak punya hubungan dengan kehidupannya. Lagi pula relasi guru-siswa adalah pengajar dan yang diajar. Siswa adalah yang belum tahu dan harus diberitahu sedangkan guru adalah yang sudah tahu dan akan memberitahukan. 

Penutup
Makna penting yang dapat dipetik dari konsep pendidikan Paulo Freire adalah bahwa tidak boleh ada dikotomi di antara tujuan pendidikan dan cara pendidikan. Tujuan (transformasi yang membebaskan setiap orang agar menjadi manusia sejati), seharusnya terwujud dalam bagaimana pendidikan dilaksanakan. Tujuan pembebasan tidak tidak terpisahkan dari jalan yang membebaskan. Selain itu, tetap ada signifikansi dalam teori pendidikan Freire bahwa tugas pendidikan tidak saja memunculkan pengertian tentang dunia, tetapi juga tranformasi dunia. Tranformasi dunia melalui pendidikan harus termasuk tranformasi pendidikan sendiri.
Bagi Freire pendidikan merupakan sentral dalam membebaskan manusia dari keterbelakangan. Karena pendidikan yang ada telah menjadi sarana pembodohan itu. Paulo Freire mengajak kita untuk bersikap kritis, jeli, dan waspada terhadap kebijakan pendidikan yang hamper selalu diwacanakan seakan-akan objektif.

Daftar Pustaka
BPPM BALAIRUNG UGM. 2012. Pendidikan Ideal Menurut Paulo Freire. http://www.balairungpress.com/2012/08/pendidikan-ideal-menurut-paulo-freire/. 15 Juni 2016.
Mansyur, M. H. 2014. Pendidikan Ala “Paulo Freire” Sebuah Renungan. Jurnal Ilmiah Solusi. 1 (1): 64-67.
Permadi, Yunit. 2005. Konsep Pendidikan Dialogis Paulo Freire dan Relevansinya dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Pramudya, Wahyu. 2001. Mengenal Filsafat Pendidikan Paulo Freire: Antara Banking Concept of Education, Problem Posing Method, dan Pendidikan Kristen di Indonesia. Jurnal Teologi dan Pelayanan. 2 (2): 259-270.
Preire, Paulo, Pendidikan Sebagai Proses (Surat-menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea-Bissau), Yogyakarta: Pustakapelajar, 2008.
Suyitno, Y. 2009. Tokoh-tokoh Pendidikan Dunia. Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta.


NgeTech

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Post a Comment

 
biz.