Makalah - Keterampilan Teknis, Menyusun Alat penilaian Hasil Belajar, Menyusun Strategi Instruksional, Mengembangan Bahan Instruksional, Menyusun Desain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif dan Formatif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu psikologi berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Berbagai macam landasan pada psikologi ini menunjang pembelajaran ini menjadikan peserta didik merasa menyenangkan ketika di dalam kelas dan materi pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Tercapainya tujuan atau kompetensi yang menunjukkan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Hal ini berpengaruh langsung pada peserta didik akan malasnya berangkat ke sekolah, kurang memperhatikan penyampaian materi yang disampaikan pendidik dan kurang berminatnya peserta didik dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik. Hal ini menyebabkan adanya teori – teori belajar menjadikan bekal sebagai arahan pada pendidik dalam menjalani proses belajar mengajar dengan karater siswa yang beraneka ragam, unik dan berbagai ciri. 
Teori sebagai sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling bergantung. Sedang Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan ini  harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori menjadi hal yang penting. Snelbecter dalam Ratna Wilis (1991:1), berpendapat bahwa perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju, berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang. Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut melahirkan teori belajar dan teori instruksional. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar, sedangkan teori instruksional lebih bersifat preskriptif dan menerangkan apa yang harus dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan (Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997), sedangkan teori instruksional adalah preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar, sedangkan teori instruksional mendeskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal untuk memudahkan proses belajar.       
1.2  Rumusan Masalah
            Berdasarkan pada latar belakang yang sudah penulis uraikan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan keterampilan teknis?
2.      Bagaimana cara menyusun alat penilaian hasil belajar?
3.      Bagaimana cara menyusun strategi instruksional?
4.      Bagaimana mengembangkan bahan instraksional?
5.      Bagaimana menyusun desain dan melaksanakan evaluasi  sumatif dan formatif?

1.3 Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui keterampilan teknis.
2. Untuk mengetahui cara menyusun alat penilaian.
3.  Untuk mengetahui cara menyusun strategi instruksional.
4. Untuk mengembangkan bahan instraksional.
5. Untuk menyusun desain dan melaksanakan evaluasi sumatif dan formatif.















BAB II

PEMBAHASAN


1.      Keterampilan Teknis.
Keterampilan teknis adalah kemampuan seseorang melaksanakan bidang tugas yang dihadapi. Kemampuan ini memungkinkan seseorang disebut tukang, ahli atau pakar di bidangnya. Sebagai misal, kemampuan pelajar menguasai mata pelajaran dan mengerjakan soal ujian, tukang kebersihan membersihkan halaman, seorang pakar menganalisis masalah, dokter menangani pasien, sopir menjalankan kendaraan dan sebagainya. 
Kemampuan ini memiliki tingkatan-tingkatan, dan tingkatan tersebut menentukan nilai keahlian seseorang. Keterampilan teknis menentukan nilai keterpercayaan seseorang di hadapan orang lain yang membutuhkan. Kemampuan tukang kayu membuat mebeler dan teknisi mereparasi kendaraan memungkinkannya dibutuhkan dan dihargai oleh mereka yang mempekerjakan. Kemampuan siswa mengerjakan soal ujian akan menentukan nilai yang diberikan oleh guru atau dosen kepadanya.
Sekolah dan lembaga-lembaga pelatihan pada dasarnya hanya menekankan pembinaan keterampilan teknis. Siswa dilatih untuk mampu mengerjakan soal melalui proses pembelajaran, Pelajaran seni dan keterampilan mengajarkan kemampuan menerapkan bidang tersebut. Semakin tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran menentukan level keberhasilan seseorang. 

2.      Menyusun Alat Penilaian Hasil Belajar.

Evaluasi atau penilaian adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu program. Jadi, pada dasarnya yang dinilai adalah program, yaitu suau kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Aspek yang dinilai dari program itu ada dua macam, yaitu tingkat keberhasilan dan tingkat efisiensi pelaksanaan program.

Dalam suatu proses belajar mengajar, yang melaksanakan evaluasi adalah guru, yaitu orang yang merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai figur yang selalu berinteraksi dengan murid memerlukan evaluasi formatif secara teratur agar dapat memperbaiki atau menyempurnakan proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Selain itu, gurulah yang paling menghayati permasalahan yangdihadapi oleh murid-muridnya sehingga dapat mencari upaya cara menanganinya.

Evaluasi atau penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah tindakan yang telah dikerjakan cukup berhasil atau tidak. Jadi, yang dinilai atau dievaluasi adalah program, yaitu suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengna tujuan dari kegiatan tersebut.Ada tiga istilah yang sering digunakan, yaitu berikut ini :

1)      Pengukuran
2)      Penilaian atau evaluasi
3)      Pengambilan keputusan

Ketiga istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda karena tingkat penggunaannya yang berbeda. Pada pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi atau data secara kuantitatif, sedangkan penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu program telah berhasil dan efisien. Jadi, untuk melakukan penilaian diperlukan data yang baik mutunya dan salah satu sumber datanya adalah hasil pengukuran.
Pengambilan keputusan atau kebijaksanaan adalah tindakan yang diambil oleh seseorang atau lembaga berdasarkan data atau informasi yang telah diperoleh, atas dasar pengukuran dan penilaian.
Untuk mengukur prestasi belajar diperlukan alat ukur yang disebut tes. Tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang dites (testee). Dalam hal ini oleh siswa. Dalam tes prestasi belajar, yang hendak diukur adalah tingkat kkemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan oleh guru.

1.      Syarat-syarat tes yang baik
Tes yang baik mempunyai beberapa syarat-syarat penting sebagai berikut ini :
a.       Harus valid (sahih) atau hanya mengukur apa yang hendak diukur.
Misal, tes untuk bidang studi IPS, setiap buitir soalnya harus mengukur hanya pengetahuan IPS saja. Namun, kandang-kadang tidak semua soal yang ada hanya mengukur pengetahuan IPS. Ada beberapa soal yang sebetulnya mengukur pengetahuan agama atau bahasa. Jika ada tes yang mengukur lebih dari satu aspek (misalnya, IPS, agama dan bahasa) maka tes yang demikian disebut tes yang kurang valid (kurang sahih).
b.      Harus andal (reliable)
Keandalan, dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketetapan (prescision) dan keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan. Sebuah tes dengan jumlah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran sedang tentu akan memberi informasi yang lebih teliti, dibandingkan tes yagn soalnya sedikit dan tingkat kesukaraannya rendah (mudah) atau berat sukar (di luar target). Dengan akta lain, soal-soal sebuah tes tidak boleh terlalu jauh di atas atau di bawah kemampuan siswa dan tingakt kesukaran butir-butir soal sebaiknya homogen. Tidak boleh terlalu mudah atau terlalu sukar.

2.      Merancang Alat Evaluasi atau Tes.
Sebelum menyusun sebuah tes, terlebih dahulu harus memperhatikan hal-hal berikut.
a.       Tujuan tes
Dalam bidang pendidikan, tujuan tes dapat dipakai untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam pokok bahasan atau subpokok bahasan tertentu setelah materi diajarkan. Selain itu, dapat pula untuk mengethaui kesulitan belajar peserta didik atau siswa (diagnostik tes). Oleh karena tu, tujuan tes harus dibuat berdasarkan pokok bahasan/subpokok bahasan yang diajarkan.
b.      Penyusunan kisi-kisi tes
Kisi-kisi tes atau tabel spesifikasi (test blue print), harus dibuat sebelum seseorang membuat atau menyusun tes. Kisi-kisi tes merupakan rambu-rambu ruang lingkup dan isi soal yang akan diajukan. Sebelum membuat kisi-kisi tes, terlebih dahulu harus melihat kurikulum sekolah yang berlaku.

3.      Menyusun Alat Evaluasi atau Tes
a)      Dalam menyusun soal atau tes pertama-tama harus dibuat indikator tes atau TIK, seperti telah disebutkan, yang langkah-langkahnya sebagai berikut :
1)            Memilih Kompetensi Dasar (KD)
2)            Memilih materi pokok, hasil belajar dan indikator materi
3)            Membuat indikator tes atau TIK
4)            Menulis soal berdasrakan indikator tes yang telah dibuat
c.       Kriteria indikator tes yang baik :
1)            Membuat ciri-ciri dari TIU yang hendak diukur
2)            Membuat satu kata kerja operasional yang dapat diukur
3)            Berkaitan erat dengan materi pokk hasil belajar beserta indikator materi
4)            Dapat dibuat soal
d.      Kriteria pokok penulisan soal :
1)            Harus sesuai dengan indikator tes
2)            Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
3)            Pernyataan yang ada pada pokok soal atau pada pilihan jawaban harus singkat, padat dan jelas
4)            Pokok soal jangan memberi petunjukke arah jawaban yangbenar
5)            Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
6)            Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama
7)            Pilihan jawaban jangan menggunakan pernyataan, semua pilihan jawaban salah atau semua pilihan jawaban benar
8)            Pilihan jawaban yang menggunakan angka, harus diurutkan dari kecil ke besar
9)            Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar
10)        Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal-soal sebelumnya.

3.      Menyusun Strategi Instraksional.
            Strategi intruksional adalah suatu komponen sistem intruksional yang masih terbelakang. Ia masih belum berkembang seperti komponen- komponen yang lain. Menurut Dick dan Carey (1985) mengatakan bahwa strategi intruksional menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan intruksional dan prosedur prosedur yang akan digunakan bersama bahan- bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
            Penyusunan strategi instruksional haruslah didasarkan atas tujuan instruksional yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Di samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula atas pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin di hadapi pengembang instruksional atau pengajar seperti waktu, biaya, dan fasilitas. Tidak ada strategi yang tepat untuk mencapai semua tujuan misalnya pada urutan kegiatan instruksional pada penyajian, belum tentu selalu UCL (uraian, contoh, dan latihan) mungkin dapat berbentuk CUL. Sedangkan urutan kegiatan instruksional pada pendahuluan yang tersusun DRT (deskripsi singkat, relevansi, dan TIK) dan penutup yang terdiri dari TUT (tes formatif, umpan balik, dan tindak lanjut) tampaknya tidak perlu mengalami perubahan. Setiap urutan kegiatan seperti DRT-UCL-TUT atau urutan yang lain, selalu diikuti pemilihan metode dan media serta penentuan waktu untuk mencapai tujuan instruksional khusus. Khusus penentuan waktu bagi setiap kegiatan, di samping menggunakan kegiatan sebagai suatu kriteria, pengembang instruksional juga menggunakan jenis metode dan media sebagai kriteria lain. Ini berarti penentuan waktu setiap kegiatan tersebut dilakukan atas pertimbangan langkah dalam urutan kegiatan seperti D,R,T,U,C,L,T,U dan komponen metode dan media yang digunakan. Perubahan pada metode dan media tersebut memungkinkan perubahan waktu yang dibutuhkan pengajar dan siswa. Oleh karena itu, penyusunan strategi instruksional harus dilakukan dengan mengintegrasikan keempat komponen yang tergabung di dalamnya, yaitu urutan kegiatan instruksional, metode, media dan waktu.
            Berikut ini diuraikan bagaimana mengisi tabel untuk menyusun strategi instruksional Menurut Ihwanadani:
1)      Mengisi nomor TIK yang strategi instruksionalnya akan disusun. Ini berarti bahwa pengembang instruksional akan menyusun satu strategi instruksional untuk satu TIK.
2).  Kolom satu telah di isi dengan pendahuluan, penyajian, dan penutup. Urutan ini tidak  perlu di rubah. Pada kolom dua anda mulai memikirkan urutan kegiatan instruksional yang sesuai untukmenghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tercantum dalam TIK.
a)      Kolom pendahuluan ada tiga kegiatan yang harus anda isikan, yaitu: D (Deskripsi Singkat), R (Relevansi), dan T(Tujuan Instruksional Khusus). Urutan mana yang ingin anda gunakan? DRT, RTD, TDR, RDT, DTR atau TRD. Mengapa anda memilihnya, mengapa tidak urutan yang lain? Rasional pemilihan urutan ini penting untuk anda jawab sendiri agar anda lebih menyelami kebaikan urutan kegiatan yang anda lakukan. Urutan mana pun yang anda pilih, ketiga kegiatan tersebut haruslah lengkap.
b)      Dalam penyajian anda kegiatan yang harus anda isikan dalam tabel, yaitu: U (Uraian), C (Contoh), dan L (Latihan). Urutan mana yang akan anda pilih? UCL, CLU, LUC, CUL, ULC atau LCU? Pemilihan tersebut sangat penting untuk anda jawab sendiri. Beberapa pedoman yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan urutan kegiatan dalam penyajian adalah sebagai berikut:
1). UCL adalah penyajian yang konservatif dimulai dengan memberikan uraian tentang pengertian suatu konsep, prinsip atau prosedur, diikuti dengan contoh penerapannya dalam kehidupan sehri-hari dan diakhiri dengan latihan untuk menguasainya. Dalam metode instruksional urutan kegiatan dalam penyajian ini disebut metode deduktif. Secara logis siswa akan bergerak dari hal yang bersifat umum kepada yang khusus. Strategi ini sesuai untuk kebanyakan siswa dan kebanyakan tujuan instruksional, khususnya untuk mengajarkan terminology dan teknik melaksankan sesuatu yang sebelumnya masih belum dikenal siswa.
   2) CLU adalah penyajian yang dimulai dari pemberian contoh atau kasus diikuti oleh latihan memecahkannya dan diakhiri dengan uraian atau generalisasi dari isi pelajaran. Secara logis siswa akan bergerak dari yang khusus menuju yang umum. Metode instruksional urutan ini dikenal dengan metode induktif. Strategi ini sesuai untuk mengajarkan sikap, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan untuk siswa yang telah mempunyai latar belakang atau pengalaman cukup dalam bidang yang dipelajari.
3) LUC adalah penyajian yang dimulai dari pemberian latihan atau percobaan diikuti dengan uraian dan diakhiri dengan contoh. Urutan penyajian ini tepat digunakan untuk menimbulkan dinamika siswa dalam belajar melalui coba- coba. Tetapi, latihan tersebut tidak boleh diberikan terlalu lama agar tidak menimbulkan frustasi. Siswa harus segera diberi uraian tentang isi pelajaran dan contoh penerpannya. Urutan kegiatan ini sangat sesuai untuk mengajarkan sesuatu yang tidak mudah menimbulkan bahaya bagi siswa yang telah mempunyai latar belakang pengetahuan dalam bidang yang sedang dipelajari.
4) CUL adalah penyajian yang dimulai dari pemberian contoh diikuti dengan uraian tentang konsep, prinsip, atau prosedur yang terkandung di dalamnya dan diakhiri dengan latihan menerapkannya. Strategi ini sama dengan CLU, bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus menuju umum. Urutan penyajian ini lebih tepat untuk siswa yang baru mempunyai pengalaman sedikit dalam bidang tersebut.
5) ULC adalah penyajian yang dimulai dari pemberian uraian diikuti dengan uaraian tentang konsep, prinsip, atau prosedur yang dipelajari diikuti dengan latihan untuk menguasainya dan akhirnya ditutup dengan contoh penerapan apa yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari- hari. Urutan penyajian ini sesuai untuk mengajarkan keteampilan gerak melalui penjelasan, kemudian percobaan melakukan gerak. Selanjutnya baru di susul dengan contoh untuk mambandingkan apa yang dilakukannya dengan yang seharusnya.
6) LCU adalah penyajian yang memberikan kesempatan mencoba terlebih dahulu kemudian diikuti dengan contoh untuk perbandingan dan diakhiri dengan uraian atau kesimpulan. Urutan penyajian ini tepat digunakan untuk mengembangkan kreativitas dan keberanian siswa mencobakan ide yang ada pada dirinya. Karena proses ini melalui kegiatan mempelajari coba-coba, sesuatu yang tepat digunakan untuk tidak berbahaya, tidak mengandung resiko tinggi atau digunakan untuk siswa yang telah memiliki latar belakang cukup dalam bidang tertentu.
3. Seluruh kolom 2 diisi dengan pertimbngan di atas. Dengan selesainya pengisian seluruh  kolom 2 yang menunjukkan urutan kegiatan instuksional. Selanjutnya memasuki kolom 3 dengan  rosedur pengisian yang berbeda. Bila anda perhatikan akan tampak bahwa kolom 3 masih berada di  awah urutan kegiatan instruksional. Kolom tersebiut diisi dengan garis-garis besar materi yang akan  iberikan pengajar dalam setiap urutan kegiatan. Dalam kolom 3 ini pendesain instruksional  enuliskan materi atau isi pelajaran secara singkat untuk setiap TIK dimulai dari pendahuluan sampai   ada penutup. Dengan demikian isi pelajaran tersebut tidak saja mencerminkan apa (what) tetapi juga  ara atau langkah-langkah (how).
 4. Sebelum meneruskan pada berisi R atau T, isilah lebih dahulu  kolom 4, 5, dan 6 yang sehubungan dengan baris D. kolom 4 tentang metode yang akan digunakan  ntuk kegiatan D, dan kolom 5 tentang media yang dipilih untuk digunakan, sedangkan kolom 6  entang waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan D tersebut. Demikian pula pengisian R, T, dan  elanjutnya, diselesaikan baris demi baris.   
4.      Mengembangkan Bahan Instruksional.
Dalam desain sistem pembelajaran, model biasanya menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Jadi suatu model dalam pengembangan pembelajaran  adalah suatu proses yang sistematik dalam desain, konstruksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi sistem pembelajaran.
            Berdasarkan pada pengertian pengembangan pembelajaran, maka diperlukan sekurang-kurangnya lima kriteria yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran yaitu: 1) mempunyai tujuan; 2) keserasian dengan tujuan; 3) sistematik; 4) mempunyai kegiatan evaluasi; dan 5) menyenangkan. Oleh karena itu, sistem pembelajaran dapat diibaratkan sebagai proses produksi yang terdiri dari bagian input-proses-output, yang saling terintegrasi.
Secara rinci tahap MPI (Model Pengembangan Instruksional dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.         Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional dan Menulis Tujuan Instruksional Umum.
Mengidentifikasi kebutuhan instruksional adalah suatu proses untuk: a) menentukan kesenjangan penampilan siswa yang disebabkan kekurangan kesempatan mendapatkan pendidikan dan pelatihan pada masa lalu; b) mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional yang paling tepat; c) menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan instrusional tersebut.  Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan instruksional diperoleh jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tidak pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh siswa. Jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap tersebut masih bersifat umum atau garis besar saja, yang merupakan hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa setelah pembelajaran. Hasil belajar ini disebut Tujuan Instruksional Umum (TIU), karena sifatnya yang masih umum.
2.      Melakukan analisis intruksional
Analisis instruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis.  Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku umum secara terperinci. Perilaku-perilaku khusus disusun sesuai dengan kedudukannya, misalnya kedudukannya sebagai perilaku prasyarat, perilaku yang menurut urutan gerakan fisik berlangsung lebih dulu, perilaku yang menurut proses psikologi muncul lebih dulu atau secara kronologis terjadi lebih awal.
3.      Mengidentifikas Perilaku dan Karakteristik Siswa
Mengidentifikasi perilaku awal siswa dimaksudkan untuk mengetahui siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, serta sasaran didik dari kegiatan instruksional. Istilah tersebut digunakan untuk menanyakan siswa yang mana atau siswa sekolah apa, serta sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran tersebut.
4.      Menulis Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari specific instructional objective. Literature asing menyebutkan pula sebagai objective atau enabling objective untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective, yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk menyusun kisi-kisi tes, karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya.
5.      Menulis Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a) menentukan tujuan tes; b) membuat table spesifikasi untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku, persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis butir tes; d) merakit tes; e) menulis petunjuk; f) menulis kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis hasil ujicoba; i) merevisi tes.


5.      Menyusun Desain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif dan Formatif.
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “Persiapan  menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”.
Desain pembelajaran menurut istilah dapat didefinisikan:
“Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan agar timbul perubahan pengetahuan dan keterampilan pada diri pembelajar ke arah yang dikehendaki (Reigeluth).”
Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan penilaian untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs).
Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk menciptakan strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan program pelajaran atau modul atau suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels & Richey AECT 1994).
Suatu proses desain dan sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode manajemen (Morisson, Ross&Kemp 2007).
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system development) dan desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.[4]
Tujuan Desain Pembelajaran
Tujuan desain pembelajaran adalah mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi. Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran, yaitu :
Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau peserta ajar)
Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik dipelajari? (strategi pembelajaran)
Bagaiamanakan cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai? (prosedur evaluasi)
Peran Desain Pembelajaran
·       Agar belajar dapat bermakna dan efektif.
·       Agar tersedia atau termanfaatkan sumber belajar
·       Agar dapat dikembangkan kesempatan atau pola belajar
·       Agar belajar dapat dilakukan siapa saja secara berkelanjutan
Fungsi desain pembelajaran
·       Meningkatkan kemampuan pembelajaran (instruktur, guru, widyaiswara, dosen, dll)
·       Menghasilkan sumber belajar.
·       Mengembangkan sistem belajar mengajar.
·       Mengembangkan organisasi menjadi organisasi belajar.
·       Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
·       Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan
·       Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun murid.
·       Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketetapan dan kelambatan kerja.
·       Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
·       Menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
Model Desain Pembelajaran
Model desain pembelajaran sangat diperlukan, karena dapat :
·       Pengembangan kemampuan guru atau dosen
·       Pengembangan sumber belajar.
·       Pengembangan sistem pembelajaran.
·       Pengembangan organisasi.
Evaluasi sumatif dan formatif
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Pemahaman terhadap dasar-dasar evaluasi dapat membantu para pengembang kurikulum untuk merancang evaluasi yang sesuai kajian-kajian teoritis yang relevan. Evaluasi dalam pengajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap hasil belajar, tetapi juga harus dilakukan revisi desain pengajaran itu sendiri.
1. Evaluasi Formatif
Maksud dari evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan di tengah-tengah atau pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pembelajaran atau subpokok bahasan dapat diselesaikan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik “telah terbentuk” sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan. (Sudijono, 2007: 23) Untuk membahas evaluasi formatif ini, seperti yang Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi katakan dalam bukunya “Pengelolaan Pengajaran”, (Rohani dan Ahmadi, 1991: 173-175) perlu meninjau dari berbagai segi sehingga akan mudah memahami bagaimana sebenarnya evaluasi ini. di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Formatif
Fungsi dari evaluasi formatif adalah untuk memperbaiki proses belajar-mengajar.
b. Manfaat Evaluasi
Dalam evaluasi formatif ini, ada beberapa manfaat yang dingkap oleh Suharsimi Arikunto yaitu manfaat bagi siswa, guru dan program sekolah yang penjabarannya sebagai berikut:
1) Manfaat bagi siswa:
a) Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh atau belum
b) Merupakan penguatan bagi siswa dan memperbesar motivasi siswa untuk belajar giat
c) Untuk perbaikan belajar siswa
d) Sebagai diagnosa kekurangan dan kelebihan siswa
2) Manfaat bagi guru:
a) Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa
b) Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dikuasai siswa
3) Manfaat bagi program sekolah:
a) Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat atau tidak
b) Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan
c) Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai atau tidak
d) Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat atau tidak (Arikunto, 1996: 34-36)
c. Waktu Pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan evaluasi formatif, maka evaluasi ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari suatu proses belajar mengajar atau pada akhir unit pelajaran yang singkat yaitu satuan pelajaran. Sebab perbaikan belajar mengajar itu hanya mungkin jika dilakukan secara sistematis dan bertahap.
d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai
Aspek tingkah laku yang dinilai dari evaluasi formatif ini cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (ketrampilan) yang terkandung dalam tujuan khusus pelajaran. Untuk menilai segi afektif (sikap dan nilai), maka penggunaan penilaian formatif tidaklah tepat. Sebab untuk menilai perkembangan segi afektif ini diperlukan periode pengajaran yang cukup panjang.
e. Cara Menyusun Soal
Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka evaluasi ini harus disusun dengan sedemikian rupa sehingga benar-benar mengukur tujuan khusus pengajaran yang dicapai. Oleh karena itu, soal harus dibuat secara langsung dengan menjabarkantujuan khusus pengajaran ke dalam bentuk pertanyaan. Pada evaluasi formatif ini, masalah tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap-tiap soal tes tidak begitu penting.
f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan
Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka sasaran penilaian adalah kecakapan nyata setiap peserta didik. Oleh karena itu, pendekatan dalam penilaian evaluasi formatif adalah penilaian yang bersumber pada kriteria mutlak.
g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi
Ada beberapa cara pengolahan hasil evaluasi formatif. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:
i. Menghitung presentase peserta didik yang gagal dalam setiap soal. Dengan melihat hasil presentase ini, guru akan dapat mengetahui sejauh mana tujuan khusus pengajaran (TKP) yang bersangkutan dengan soal telah dicapai atau dikuasai oleh kelas.
ii. Menghitung presentase penguasaan kelas atas bahan yang telah disajikan. Dengan kata lain, berapa persen kah dari bahan yang telah disajikan itu dikuasai kelas. Cara pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan, apakah keterangan apakah kriteria keberhasilan belajar yang diharapkan telah tercapai.
iii. Menghitung presentase jawaban yang benar yang dicapai setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan. Dengan angka presentase ini, guru akan dapat mengetahui sampai berapa jauh penguasaan setiap peserta didik atas bahan yang telah diajarkan. Dengan kata lain, sejauh mana tingkat keberhasilan setiap peserta didik atas unit pengajaran yang telah diajarkan ditinjau dari sudut kriteria keberhasilan belajar yang diharapkan atau yang telah ditetapkan.
h. Penggunaan Hasil Evaluasi
Hasil pengolahan evaluasi formatif sebagaimana disebutkan di atas, dapat digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut:
i. Atas dasar angka presentase peserta didik yang gagal dalam setiap soal. Guru dapat mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang bersangkutan dengan soal tes perlu dibicarakan lagi secara umum atau tidak.
ii. Atas dasar angka presentase penguasaan kelas atas bahan yang telah disajikan, guru dapat menilai dirinya sendiri mengenai kemampuannya dalam mengajar. Jika angka itu belum mencapai kriteria keberhasilan umpamanya, maka guru akan mencari sebabnya dan kemudian ia akan memikirkan perbaikan-perbaikan apa yang perlu diadakan agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efisien dan efektif sehingga kriteria keberhasilan itu dapat tercapai.
iii. Dengan mengetahui presentase jawaban yang benar dari setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan, guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap peserta didik sehingga guru mendapat bahan yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan apakah peserta didik perlu dapat bantuan atau pelayanan khusus dari guru untuk mengatasi kesulitan dalam belajar. (Rohani dan Ahmadi, 1991: 173-175)
i. Contoh Evaluasi Formatif
Berikut ini akan disajikan bentuk-bentuk contoh evaluasi formatif dengan berbagai pengolahan:
1) Mengolah hasil setiap tujuan khusus pengajaran (TKP)
TKP merupakan penjabaran dari pokok bahasan dalam satuan pengajaran. Dalam pengelolaan ini, kita mencari presentase gagal pada setiap soal dari keseluruhan peserta didik pengikut tes.
Misalnya: pada satuan pelajaran IPA untuk SD kelas V berdasarkan TKP-TKP yang ada disusun soal-soal tes sebagai alat evaluasi. Setelah tes dilakukan, kita periksa dan kita hitung berapa persen peserta didik yang gagal pada setiap soal.
Bidang pengajaran : IPA
Catur wulan : I
Kelas : V
Jumlah peseta didik : 40 orang
Pokok bahasan :
– tumbuh tumbuhan dan peristiwa alam
– hewan dan peristiwa alam
Soal-soal tes Presentase peserta didik yang gagal
1. Sebutkan manfaat hutan bagi manusia ? 25 %
2. Apakah yang terjadi ketika terjadi penebangan hutan secara liar ? 10 %
Soal no 1. Dari 40 orang pengikut tes terdapat 30 orang peserta didik yang menjawab dengan tepat. Ini berarti ada 10 orang peserta didik yang gagal.
Jadi: 10 x 100 % = 25 % peserta didik yang gagal.
40
2) Mengolah hasil evaluasi sebagai nilai harian
Pada pengolahan evaluasi ini, pengolahan didasarkan atas “ukuran mutlak” dengan mempergunakan rumus:
s.a = s.r x 10
s.i
s.a: skor akhir
s.r: skor real
s.i: skor ideal
10: skor 1-10
Skor akhir yang diperoleh peserta didik ialah skor ideal atau skor yang berupa raw score (skor mentah) yang dicapainya, dibagi dengan skor ideal (skor tertinggi yang mungkin dicapai bila semua soal dikerjakan benar), kemudian hasil baginya dikalikan 10 (bila menggunakan skala 10 atau dikalikan dengan 100 (bila menggunakan skala 100). Kalau peserta didik (Abdullah) memperoleh dari 20 soal tersebut skor realnya 86, maka nilai akhir peserta didik tersebut adalah:
86 x 10 = 8.6 (dalam skala 10)
100
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setelah sekumpulan progrm pelajaran selesai diberikan. Dengan kata lain evaluasi yang dilaksanakan setelah seluruh unit pelajaran selesai diajarkan. Adapun tujuan utama dari evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh program pengajaran dalam jangka waktu tertentu. (Sudijono, 2007: 23) Seperti halnya evaluasi formatif yang dikatakan Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi dalam bukunya “Pengelolaan Pengajaran”, (Rohani dan Ahmadi, 1991: 176-179), untuk membahas evaluasi sumatif ini, perlu meninjau dari berbagai segi sehingga akan mudah memahami bagaimana sebenarnya evaluasi ini. di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Evaluasi Sumatif
Fungsi evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar peserta didik.
b. Manfaat Evaluasi Sumatif
Berikut ini merupakan beberapa manfaat yang didapat dari evaluasi sumatif:
1) Untuk menentukan nilai
2) Untuk menentukan seseorang anak dapat atau tidak mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya
3) Untuk mengisi catatan kemampuan siswa (Arikunto, 1996: 36)
c. Waktu Pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi evaluasi, maka evaluasi sumatif ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka panjang dari suatu proses belajar mengajar seperti pada akhir program pengajaran.
d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai
Karena evaluasi sumatif merupakan untuk menilai hasil jangka panjang, maka aspek tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi kognitif (pengetahuan), psikomotor (ketrampilan) dan afektif (sikap dan nilai).
e. Cara Menyusun Soal
Penilaian sumatif ini merupakan evaluasi yang dilakukan pada akhir program pengajaran. Ini berarti bahan pengajaran yang menjadi sasaran penilaian cukup luas dan banyak. Oleh karena itu, tidak efisien jika soal-soalnya disusun atas dasar tujuan khusus pengajaran (TKP) seperti pada evaluasi formatif. Akan tetapi penyusunan soal-soalnya harus didasarkan pada tujuan umum pengajaran (TUP) yang ada di dalam program pengajaran tersebut.
Selanjutnya, karena tujuan evaluasi sumatif itu untuk menentukan angka kemajuan setiap peserta didik yang di antaranya untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus tidaknya, maka masalah tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Artinya, soal-soal itu harus disusun sedemikian rupa sehingga mencakup yang mudah, sedang dan sukar yang jumlahnya perbandingannya sekitar 3 : 5 : 2, perbandingan ini tidak harus mutlak demikian. Masalah tingkat kesukaran soal ini dimaksudkan agar hasil penilaian dapat memberi gambaran mengenai tingkat kecerdasan atau kemampuan atau kepandaian tiap-tiap peserta didik atas dasar klasifikasi kurang, sedang dan pandai.
Di samping masalah tingkat kesukaran soal, pada evaluasi sumatif ini diperhatikan daya pembeda dari setiap soal. Artinya setiap soal harus mempunyai daya untuk membedakan peserta didik yang pandai dengan yang kurang atau tidak pandai. Tapi tingkat kesukaran dan daya pembeda suatu soal itu hanya dapat diketahui melalui analisis soal setelah tes itu dicobakan. Untuk itu perlu diperhatikan pengetahuan lebih lanjut mengenai teknik penilaian pendidikan yang menyangkut masalah “analisis soal”.
f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan
Pada evaluasi sumatif, ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menilai: 1) penilaian yang bersumber pada kriteria mutlak dan 2) penilaian yang bersumber pada norma relatif (kelompok)
g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi
Karena pada evaluasi sumatif ini ada dua pendekatan dalam mengevaluasi, maka pengolahan hasilnya pun ada dua cara:
1) Pengolahan hasil evaluasi berdasarkan ukuran mutlak. Jika pengolahan hasil evaluasi itu berdasarkan ukuran atau kriteria mutlak, maka yang harus dicari adalah presentase jawaban benar yang dicapai oleh setiap peserta didik.
2) Pengolahan hasil evaluasi berdasarkan norma relatif (kelompok). Untuk mengolah hasil evaluasi yang berdasarkan norma relatif, digunakan nilai-nilai yang standar seperti skala nilai 0 – 10 atau skala nilai 0 – 100. Untuk merubah nilai atau skor mentah ke dalam skor terjabar berdasarkan skala penilaian tertentu, maka prosedur atau langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menyusun distribusi atau frekwensi skor yang diperoleh peserta didik
b) Menghitung angka rata-rata
c) Menghitung standar devisi
d) Mengubah skor ke dalam skala penilaian yang dikehendaki
h. Penggunaan Hasil Evaluasi
Pada evaluasi sumatif, hasilnya digunakan antara lain sebagai berikut:
a) Menentukan kenaikan kelas
b) Menentukan angka raport
c) Mengadakan seleksi
d) Menentukan lulus tidaknya peserta didik
e) Mengetahui status setiap peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lainnya dalam kelompok yang sama
i. Contoh Evaluasi Sumatif
Berikut ini akan disajikan bentuk-bentuk contoh evaluasi sumatif dengan berbagai pengolahan: (Rohani dan Ahmadi, 1991: 192-194)
1) Pengolahan berdasarkan “ukuran mutlak”
Pengolahan skor mentah (raw score) dengan ukuran mutlak dalam standar atau skala 10 dengan mempergunakan ketentuan rumus
s.a = s.r x 10
s.i
s.a: skor akhir
s.r: skor real
s.i: skor ideal
10: skor 1-10
Contoh:
Di dalam evaluasi sumatif dari suatu bidang pengajaran dibuat soal-soal sebagai berikut:
a) Tes bentuk B – S : 30 soal, skor 1 untuk setiap soal yang benar
b) Tes bentuk pilihan jamak : 50 soal, n = 3 skor 1 per soal yang benar
c) Tes bentuk uraian : 4 soal, skor 5 untuk setiap soal yang benar dan memakai bobot 2 soal mudah berbobot 1 masing-masingnya.
– 1 soal sedang berbobot 2
– 1 soal sukar berbobot 3
Skor tertinggi yang mungkin dicapai peserta (disebut juga skor ideal) dari tes tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tes benar – salah : 30 x 1 = 30
b) Tes pilihan jamak : 50 x 2 = 100
c) Tes bentuk uraian : 2 mudah : 2 x 5 x 1 = 10
1 sedang : 1 x 5 x 2 = 10
1 sukar : 1 x5 x 3 = 15
Jumlah skor ideal = 165
Di antara peserta didik suatu kelas yaitu kelas A, B dab C berhasil mengerjakan soal-soal tes sebagai berikut:
nama Benar-salah Pilihan jamak Bentuk uraian
dibuat benar Dibuat benar Skor no 1 2 3 4
A 30 21 49 31 5 5 3 2
B 25 21 40 31 5 5 3 2
C 25 25 35 30 5 4 5 4
Skor mentah (raw score) mereka masing-masing, bila dengan “rumus tebakan” (untuk B-S dan pilihan jamak) adalah sebagai berikut:
Si A = (21 – 9) x 1 + (31 – 18 ) x 2 + (10 x 1) + (3 x 2) + (2 x 3) = 78
3 – 1
Si B = (21 – 4) x 1 + (31 – 9 ) x 2 + (10 x 1) + (3 x 2) + (3 x 3) = 95
3 – 1
Si C = (25 – 0) x 1 + (30 – 5 ) x 2 + (9 x 1) + (5 x 2) + (5 x 3) = 111
3 – 1
Skor akhir A = 78 x 10 = 4,72 (atau 5)
165
Skor akhir B = 95 x 10 = 5,75 (atau 6)
165
Skor akhir C = 111 x 10 = 6,72 (atau 7)
165
2) Pengolahan berdasarkan “ukuran relatif (kelompok)”
Pengolahan yang berdasarkan ukuran relatif ini ditujukan untuk menilai / mengukur prestasi seseorang dibandingkan dengan nilai prestasi rata-rata dari kelompoknya. Dengan kata lain, pengolahan yang berdasarkan ukuran relatif menentukan kedudukan peserta didik masing-masing di dalam kelasnya. Karena pengukuran “prestasi seseorang” dalam pengolahan berdasarkan ukuran relatif ini dibandingkan dengan hasil rata-rata kelompok dalam bilangan, maka kita pergunakan teknik-teknik statistik yang sederhana yaitu teknik menyusun distribusi frekuensi.
Teknik Menyusun Distribusi Frekuensi
Distribusi: penyebaran
Frekuensi: berapa kali datang yang sejenis pada suatu saat tertentu, atau berapa banyaknya yang sejenis pada suatu kelompok atau berapa kali suatu kelompok muncul dalam kelompok angka atau skor tertentu.
(1) Data yang mempunyai frekuensi sama
Hasil tes 8 orang peserta didik adalah sebagai berikut:
Pada data sebelah kiri ini kita lihat, bahwa setiap angka hanya diperoleh seorang peserta didik. Frekuensi setiap angka sama yaitu satu.
(2) teknik menyusun distribusi frekuensi tidak sama
pada suatu tes, 10 orang peserta didik memperoleh skor sebagai berikut:
dari data hasil tes seperti contoh di samping, ternyata:
yang memperoleh angka 75 = 1 orang
yang memperoleh angka 65 = 2 orang
yang memperoleh angka 60 = 4 orang
yang memperoleh angka 56 = 2 orang
yang memperoleh angka 55 = 1 orang
Perbedaan Evaluasi Formatif Dan Sumatif
Seperti yang dikatakan Rusman mengutip pendapatnya Scriven, dia (Scriven) telah membuat perbedaan antara evaluasi sumatif dan formatif. Dalam evaluasi sumatif, evaluasi berfungsi untuk menetapkan keseluruhan penilaian program. Termasuk menilai keseluruhan manfaat program tertentu dalam hubungannya dengan kontribusi terhadap kurikulum sekolah secara total. Dalam evaluasi formatif meliputi pembuatan penilaian dan usaha untuk menentukan sebab-sebab khusus. Informasi yang diperoleh dalam evaluasi formatif memberi kontribusi terhadap revisi program. Ini memungkinkan pengembang kurikulum untuk mengubah dan mengembangkan kurikulum sebelum menetapkan bentuk final.


PENUTUP
KESIMPULAN

Desain pembelajaran merupakan rancangan atas proses pembelajaran berdasarkan kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya sehingga menjadi acuan dalam pelaksanaannya untuk menciptakan pembelajaran yang efektif. Dengan tujuan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien dengan meminimalisir kesukaran siswa dalam memahami pembelajaran. Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif penyusunan strategi instruksional haruslah didasarkan atas tujuan instruksional yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Di samping itu, penyusunan tersebut didasarkan pula atas pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin di hadapi pengembang instruksional atau pengajar seperti waktu, biaya, dan fasilitas.



















Daftar Pustaka

3.       Ihwanardani. 2013. Pengembangan Starategi Intruksional. Diakses pada 11/04/2017 http://ihwanardani.blogspot.com/2013/01/pengembangan-strategi-instruksional.html




NgeTech

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Post a Comment

 
biz.