Dengan
menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Makalah
ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Desain
Intruksional dengan dosen pengampu Dr. Kustiono, M. pd. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Semarang, 12 April 2017
Penulis
PENDAHULUAN
Desain
adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design (Bahasa Inggris) yang
berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan
“persiapan”. Di dalam ilmu manajemen pendidikan atau ilmu administrasi
pendidikan, perencanaan disebut dengan istilah planning yaitu “Persiapan
menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau
pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.” Desain
sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai
solusi terbaik dan memecahkan masalah dengan emmanfaatkan sejumlah informasi
yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia
untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah
yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian
suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang
diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk
merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan
akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas
rancangan (desain) yang disusun.
Dalam
konteks pembelajaran, desain intruksional dapat diartikan sebagai proses yang
sistematis untk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan
bahan-bahan pembelajaran beserta
aktivitas yang harus dilakukan, perencaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat
digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan. Belajar seseorang dapat
dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan
penyediaan kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain
pembelajaran berkaitan dengan faktor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan
dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Kondisi internal dapat
dibangkitkan oleh pengaturan kondisi eksternal. Dari berbagai pengertian
diatas, maka desain intruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang
dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suau materi pelajaran yang didalamnya
mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan.
PEMBAHASAN
A.
Mengidentifikasi
Kebutuhan Instruksional
1. Pengertian
Kebutuhan Instruksional
Kebutuhan adalah kesenjangan
keadaan saat ini dibandingkan dengan keadaan yang seharusnya. Dengan perkataan
lain, setiap keadaan yang kurang dari yang seharusnya menunjukkan adanya
kebutuhan. Apabila kedua keadaan itu beras atau menimbulkan akibat lebih jauh
sehingga perlu ditempatkan sebagai prioritas untuk diatasi, kebutuhan tersebut
disebut masalah.
Dalam bidang pendidikan misalnya,
keadaan saat ini menunjukkan lambatnya para lulusan menerima ijazah dari
perguruan tinggi tempat mereka kuliah. Setelah diteliti ternyata penyebabnya
adalah tidak adanya petugas khusus yang diberi tanggung jawab menyelesaikan
ijazah tersebut. Dalam keadaan seperti ini masalah yang muncul adalah tidak
adanya tenaga yang diberi tugas untuk mempersiapkan mencetak dan menyerahkan
ijazah kepada lulusan. Untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan pengadaan
tenaga khusus untuk tugas tersebut. Tenaga ini mungkin diambilkan dari unit
lain atau direktur baru.
Suatu contoh lain, buruknya hasil
dari cetakan majalah yang dikeluarkan suatu lembaga pendidikan,
sehinggmenyebabkan munculnya protes dari pembacanya. Setelah diteliti ternyata
hal tersebut disebabkan mesin yang tidak berfungsi dengan normal. Untuk itu
diperlukan perbaikan atau penggantian beberapa bagian dari mesin itu.
Kedua contoh sederhana diatas tidak
berhubungan langsung dengan system instruksional. Keduanya bukan kebutuhan
insternasional. Memang tidak semua kebutuhan dan masalah dapat disebut sebagai kebutuhan
instruksional karna belum tentu memerlukan penyelesaian dengan melaksanakan
kegiatan instruksional.
Sering kali orang
mempercampuradukkan kebutuhan (needs)
dengan kegiatan (wants). Kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan sekarang
dengan yang seharusnya. Kebutuhan yang menjadi prioritas untuk dipecahkan
adalah masalah. Sehingga dapat dikatakan kalau orang menyebut kebutuhan.
Pikiran kita mengkaitkannya dengan masalah. Sedangkan keinginan atau cita-cita
(desire) terkait dengan pemecahan terhadap suatu masalah.
Karena itu Kaufman (1982) mengajak
kita untuk menghentikan kebiasaan melompat ke pemecahan masalah (keingingan)
sebelum kita yakin apa masalah yang kita hadapi. Bila dapat menghentikan
kebiasaan yang keliru itu kita akan menghemat biaya, waktu dan sumber daya manusia.
Proses identifikasi kebutuhan yang
dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan sekarang dengan
keadaan yang dihadapkan sekaligus dilanjutkan sampai kepada proses pelaksanaan
pemecahan masalah dan evaluasi terhadap efektifitas dan efesiensinya. Hal ini
dapat dipahami karena para ahli dalam bidang ini membahas proses penilaian
kebutuhan (need assessment) secara tersendiri. Bila mereka tidak mengaitkannya
dengan proses selanjutnya, yaitu pelaksanaan pemecahan masalah dan evaluasinya.
Proses menilai kebutuhan itu akan kehilangan makna.
Tetapi lain halnya yang dibahas
dalam buku ini. Proses tersebut ditempatkan sebagai bagian pemulaan dari proses
pengembangan. Sedangkan dari proses pengembangan sendiri adalah bagian pemulaan
dari siklus kegiatan instruksional yang masih harus diikuti dengan pelaksanaan
dan evaluasi instruksional. Karena itu,dalam bab ini mengidentifikasi kebutuhan
instruksional itu hanya sampai pada perumusan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang perludiajarkan kepada siswa. Selanjutnya, hasil tersebut dijadikan
dasar perumusan TIU.
Secara umum informasi yang akan
dicari dalam proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional adalah kompetensi
siswa saat ini dan kopetensi siswa yang seharusnya dikuasai agar ia atau mereka
dapat dilaksanakan pekerjaan atau tugasnya dengan baik.
Bagi seorang pengembang
instruksional informasi yang bermanfaat adalah informasi tentang kurangnya
prestasi siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau ketrampilan
siswa, bukan yang disebabkan oleh kekurangan perataan kerja. Sikap atasan atau
lingkungan kerja lainnya. Hanya masalah
yang disebabkan kurangnya siswa dalam mendapatkan kesempatan pendidikan atau training
yang dapat diatasi dengan kegiatan instruksional.
Sering kali pengembangan terlalu
cepat mengambil kesimpulan bahwa setiap indicator yang menunjukkan rendahnya
prestasi siswa atau pegawai harus diselesaikan dengan pemberian pelajaran atau
latihan. Seharusnya pengembangan instrusional melakukan satu langkah tambahan
yaitu mencari factor penyebab kekurangmampuan siswa sebelum menentukan cara
membantunya dalam mencapai kemampuan yang diharapkan. Siswa yang mempunyai
kemampuan rendah mungkin disebabkan oleh berbagai hal seperti suasana hidup
dirumah bersama keluarga, peralatan belajar, atau biaya. Dalam situasi seperti
itu biarpun ia diberi pelajaran atau latihan berulang kali, hasinya tidak akan
menggembirakan karena pemberian pelajaran atau pelatihan bukanlah pemecahan
masalah yang tepat.
Untuk menghindari kesalahan dalam
memutuskan cara memecahkan masalah, berikut ini disampaikan langkah-langkah
yang sistematik dalam menentukan kebituhan instruksional.
2. Langkah-Langkah
Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional
Langkah 1
Mengidentifikasi kesenjangan hasil produk atau prestasi siswa
atau karyawan saat ini dengan hasil yang seharusnya,berarti menjelaskan
perbedaan antara hasil atau produksi kerja saat ini dengan yang diharapkan.
untuk mendapatkan kedua jenis data ini pengembang instrusional dapat membaca
dari laporan tertulis (bila ada),observasi,interviu,kuesione,atau data dari
dokumen lain yang dapat dipercaya yang terdapat disekolah atau tempat kerja
siswa atau karyawan. Data tersebut harus menyangkut hasil produk atau prestasi,
bukan proses belajar siswa atau proses kerja karyawan.
Langkah 2
Mengetahui hasil kesenjangan hasil
seperti yang di kemukakan dalam langkah 1 di atas tidaklah cukup untuk mengambil suatu tindakan
memecahkan masalah. pengembang instruksional harus menilai kesenjangan tersebut
dari segi:
a.
signifikasi pengaruhnya
b. Luas
ruang lingkupnya
c. Pentingnya
peranan kesenjangan tersebut terhadap masa depan lembaga atau program.
Menilai
segnifikasi pengaruh suatu kesenjangan tersebut untuk diatasi, merupakan hal
yang relatif. Pengembangan instruksional harus mampu menyajikan nilai kerugian
yang ditimbulkan kesenjangan tersebut dalam bentuk: uang, waktu, pemborosan
bahan, penyusutan produksi kerja, penyusutan kualitas kerja, bahaya yang
ditimbulkandan factor-faktor yang tidak dapat dihitung dalam bentuk biaya,
seperti menurunya rasa aman, berkurangnya kerja sama, dan merosotnya motivasi.
Bila
kensenjangan tersebut dianggap tidak menjadi prioritas yang harus diatasi, maka
kesenjangan tersebut tidak dianggap sebagai masalah yang harus diatasi. Tetapi,
bila tidak ada kesenjangan yang lain kecuali kesenjangan tersebut maka,
kesenjangan mempunyai pengaruh yang berarti. Kesenjangan tersebut pempunyai
ruang lingkup luas, dan penting. Maka perlu di teruskan ke langka 3
Langkah
3
a.
Menganalis kemungkinan
penyebab kesenjangan melalui pelaksanaan observasi ,interviu,dan analisis logis
b. Memisahkan
kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari kekurangan pengetahuan
,ketrampilan dan sikap untuk diserahkan penyelesaiannya pada pihak lain
c. mengelompokan
kemungkinan penyebab yang berasal dari kekurangan pengetahuan,keterampilan dan
sikap tertentu untuk diteruskan ke langkah 4.
Langkah
4
Menginterviu
siswa atau karyawan yang bersangkutan untuk memisahkan antara yang sudah pernah
dan yang belum pernah memperoleh pendidikan atau latihan dalam bidang kerjanya.
Siswa yang sudah pernah mendapatkan pendidikan dan latihan meneruskan ke
langkah 5, sedangkan yang tidak pernah mendapatkan pendidikan dan latihan
tersebut meneruskan ke langkah 8.
Langkah
5
Selanjutnya,
mengelompokkan yang sudah pernah mendapatkan pendidikan dan latihan dalam dua
kelompok. Yaitu yang sering dan yang jarang. Kemudian terus ke langkah
berikutnya, yaitu langkah ke 6 dan 7.
Langkah
6
Kelompok
yang telah sering mendapatkan pendidikan dan latihan diberi umpan balik atas
kekurangannya dan diminta mempraktikkannya kembali sampai dapat melakukan
tugasnya seperti yang diharapkan.
Langkah
7
Kelompok
yang masih jarang mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan dalam
pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang
relevan dalam bidang kerjanya diberi kesempatan mempraktikkan lebih banyak apa
yang telah diperolehnya dari pendidikan atau latihan masa lalu. Supervise dari
dekat diperlukan sampai mereka mencapai hasil kerja yang diharapkan.
Langkah
8
Untuk
kelompok siswa atau karyawan yang belum pernah mempelajari pengetahuan,
ketrampilan dan sikap tersebut, pengembangan instruksional terlebih dahulu
merumuskan tujuan instruksional umum (TIU). Dalam contoh diatas ketrampilan
yang harus masuk dalam TIU tersebut adalah mengetik dengan teknik yang benar
dengan skor minimal tertentu. Bagaimana mengidentifikasi kebutuhan instrusional
untuk program pendidikan yang lain, seperti mata kuliah yang banyak
berorientasi pada kegi akademis-teoretis.
A.
Kriteria
Perumusuan Tujuan Instruksional Umum
Benjamin S. Bloom membagi tujuan
instruksional menjadi tiga kawasan menurut jenis kemampuan yang tercantum di
dalamnya. Tujuan yang mempunyai titik berat kemampuan berfikir disebut tujuan
dalam kawasan Kognitif. Yang termasuk dalam kawasan kognitif adalah kemampuan
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
sesuatu. Adapun tujuan yang mempunyai fokus keterampilan melakukan gerak fisik
disebut tujuan dalam kawasan Psikomotor. Yang termasuk dalam kawasan psikomotor
adalah kemampuan meniru melakukan suatu gerak, memanipulasi gerak, merangkaikan
berbagai gerak, melakukan gerakan dengan tepat dan wajar. Sementara tujuan
instruksional ketiga adalah kawasan Efektif, yakni yang berintikan kemampuan
bersikap.
Tujuan instruksional dalam kawasan
mana pun harus dirumuskan dalam kalimat dengan kata kerja dan opreasional,
serta yang menunjukkan kegiatan yang dapat dilihat. Kalimat “Siswa akan dapat
menjelaskan atau menguraikan sesuatu” lebih tepat digunakan daripada “Siswa
dapat mengerti, memahami, atau mengetahui sesuatu”.
Perhatikan contoh di bawah ini:
1.
Siswa akan dapat
menggunakan dengan baik program Microsoft Office untuk membuat data dalam mata
pelajaran Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK).
2. Siswa
akan dapat menyusun rekapitulasi data adminstrasi keuangan dengan menggunakan
program Microsoft Office.
3. Siswa
akan dapat mendemonstrasikan lompat tinggi gaya flop (suatu lompat tinggi yang
digunakan kebanyakan juara saat ini).
Ketiga
contoh Tujuan Instruksional Umum (TIU) di atas masing-masing terdiri atas 4 (empat) bagian, yaitu:
1. Orang
yang belajar.
Dalam kalimat-kalimat di atas orang
belajar adalah siswa, bukan pengajar atau bukan orang lain. Tujuan memang harus
berorientasi kepada siswa. Seringkali pengajar atau pengelola pendidikan yang
lain membuat perumusan yang berorientasi kepada mereka sendiri sepertu dua
contoh berikut:
- Tujuan
pelajaran ini adalah mengajarkan cara mengoperasikan Microsoft Office dalam
membuat data pada komputer;
- Program
ini akan membahas secara mendalam tentang fungsi dan kegunaan program Microsoft
Office dalam komputer.
Kedua contoh perumusan tujuan
tersebut di atas tidak memperhatikan apa yang akan dicapai oleh siswa atau
peserta didik. Keduanya dapat ditafsirkan bahwa sepanjang pengajar membahas
atau mengajarkan pelajaran yang dimaksud atau program pengajaran berisi
pelajaran tersebut, maka tujuan telah tercapai, walaupun peserta didik belum
dapat melakukan apa-apa.
2. Istilah
yang digunakan adalah “akan dapat” bukan dapat atau sudah dapat.
Kalimat “akan dapat” menunjukkan
bahwa tujuan instruksional dirumuskan sebelum peserta didik mulai belajar. Dan
tujuan itu akan dicapai setelah proses belajar. Istilah “akan dapat” itu
dihubungkan dengan kata kerja yang menunjukkan hasil belajar bukan kata kerja
yang berorientasi kepada proses belajar seperti (siswa) mempelajar, membaca.
Tujuan harus berorientasi kepada hasil belajar, bukan kepada proses belajar.
Dengan demikian, bila ada perumusan tujuan yang berbunyi: “Siswa akan
mempelajari teknik pengoperasian Microsoft Office dalam membuat data di
Komputer”, dapat ditafsirkan bahwa sepanjang siswa telah melakukan proses
tersebut, maka tujuan telah tercapai, walaupun siswa belum berhasil “memahami”
apa yang telah dipelajarinya sebagai suatu tujuan. Padahal yang penting
bukanlah siswa telah melakukan proses belajar tertentu, tetapi menunjukkan
hasil belajar tertentu.
3. Memilih
kata kerja aktif dan dapat diamati.
Kata kerja dalam tujuan
instruksional haruslah berbentuk kata kerja aktif dan dapat diamati, seperti
menyusun, menggunakan atau mendemonstrasikan. Bandingkanlah dengan kata kerja
memahami, mengetahui, dan merasakan yang tidak dapat diamati oleh mata serta
tidak bisa diukur ketercapaiannya. Kata “mengetahaui” atau “memahami” dapat
berarti “menjelaskan” atau dapat pula berarti “melakukan”. Kemampuan
menjelaskan danmelakukan sangat besar bedanya. Karena itu, istilah “memahami”
disebut tidak jelas dan tidak pasti karena berarti mengandung banyak
pengertian, sehingga perlu dihindari.
4. Tujuan
instruksional mengandung objek seperti penggunaan microsoft office, penyusunan
data dalam microsoft office, dan lompat tinggi.
Bagian ketiga dan keempat dari tujuan
instruksional yang berupa kata kerja dan objek adalah perilaku (behavior) yang
diharapkan dikuasai peserta didik pada akhir proses belajarnya. Itulah sebabnya
tujuan instruksional sering disebut tujuan yang bersifat prilaku (behavior
objective). Ia disebut pula tujuan penampilan (performance objective) karena
akan ditampilkan peserta didik setelah proses belajar.
Bagian ketiga
dan keempat dari tujuan instruksional ini merupakan bagian yang sangat penting.
Berdasarkan kedua bagian tersebut akan disusun tes dan strategi instruksional,
termasuk metode, media, dan isi pelajaran. Karena itu, ketidakjelasan perumusan
tujuan instruksional akan mengakibatkan ketidakjelasan dasar penyusunan
komponen sistem instruksional yang lain. Di samping itu, kegiatan merumuskan
tujuan instruksional merupakan salah satu wujud tanggungjawab seorang pengajar
untuk dapat mengatakan atau orang lain menilai apakah ia berhasil atau belum
berhasil mencapai tujuannya.
Tujuan
instruksional di samping berfungsi sebagai sesuatu yang akan dicapai, berfungsi
pula sebagai kriteria untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan instruksional.
Oleh karena itu, seorang pengajar yang merumuskan tujuan instruksionalnya
sebelum mulai proses pengajaran dapat dipandang sebagai pengajar yang bersedia
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalannya dalam mengajar. Atas
dasar kriteria itu pula seorang pengajar dapat menentukan kapan ia harus
memperbaiki efektifitas pengajarannya.
Jika ada yang
beranggapan bahwa seorang pengajar tidak perlu merumuskan tujuan, tapi cukup
mengajar dengan sungguh-sungguh saja, kemudian lakukan tes atau evaluasi, maka
ini merupakan anggapan yang keliru. Sebab, pengajaran tanpa perumusan
tujuan instruksional secara jelas akan
mempunyai implikasi tidak menentunya standar mutu pelajaan dan mutu lulusan
program tersebut.
Tujuan
instruksional umum (TIU) suatu mata pelajaran mungkin lebih dari satu, tetapi
keduanya pasti berhubungan. Dalam hal seperti itu, TIU harus diurut dari
perilaku yang harus atau sebaliknya dikuasai lebih dulu baru disusul dengan
yang lainnya. Urutan ini akan menjadi petunjuk dalam menentukan urutan isi
pelajaran/
Banyaknya TIU
tergantung kepada kompleksitas dan ruang lingkup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang akan dipelajari mahasiswa dalam mata pelajaran tersebut. Sebagai
patokan umum mungkin sekitar 3 – 5 buah. Jumlah TIU yang terlalu banyak mungkin
akan mengakibatkan sulitnya pengelolaan kegiatan instruksional. Walaupun
demikian, tidak ada patokan yang dapat disetujui oleh semua orang tentang
jumlah TIU ini.
Setelah
merumuskan seluruh TIU tersebut dengan baik, maka selanjutkan seorang pengajar
haruslah melakukan evaluasi terhadap kemungkinan ketercapaian dalam rumusan TIU
itu, termasuk kendala-kendala yang akan dihadapi dalam melaksanakannya. Apabila
ternyata tidak ditemukan kendala, maka TIU tersebut sudah dapat digunakan
sebagai dasar pengembangan instruksional lebih lanjut. Namun jika ternyata akan
diyakini memiliki kendala, maka TIU itu harus direvisi terlebih dahulu.
B.
TUJUAN
INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
TIK dirumuskan oleh guru setelah
memperhatikan karakteristik dari peserta didiknya. Tujuan Instruksional (TIK)
yang istilah lainnya adalah sempit dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran
dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik.dengan kata lain dapat disebutkan bahwa
TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan
TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga
memudahkan pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK
rincian pernyataannya didasarkan pada TIU.
Permasalahan yang diangkat dalam
permasalahn ini adalah bagaimana penulisan TIK yang tepat. Tujuannya untuk dapat
menuliskan TIK dengan tepat.
Pengertian
Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan
komponen penting dalam menyusun desain instruksional. TIK merupakan permulaan
dan panduan dalam desain instruksional. TIK digunakan untuk menyusun kisi-kisi
dan validasi tes (Suparman, 2012).
Perumusan TIK harus jelas, pasti,
dan dapat diukur. TIK harus dirumuskan dengan jelas, maksudnya TIK harus dituliskan dan di beritahukan
kepada peserta didik. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi TIK pada
peserta didik dan pendidik.Perumusan TIK seharusnya pasti, yaitu hanya
mengandung satu pengertian dan tidak ambigu. perumusan TIK juga harus menunjukkan
tingkat pencapaian peserta didik(Suparman, 2012).
Tujuan instruksional dapat menjadi
arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dicapai peserta didik pada akhir
proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut
merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan paparan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa TujuanInstruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang
menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi
sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
Syarat- syarat Tujuan Instruksional
Khusus
Tujuan Instruksional Khusus
merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan TIK harus
memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut:
1.
Rumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar.
Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa mampu
mengidentifikasi ciri- ciri nilai sosial. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi nilai sosial”.
2. Perangkat
Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah
komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional
Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana
pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut
Tujuan Instruksional Khusus :
a. Dapat
menjelaskan;
b. Dapat
memberi contoh dan ;
c. Dapat
menggunakan;
3. Kemampuan
yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan
kemampuan siswa
4. Banyaknya
TIK yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya
(Hernawan, 2005).
Klasifikasi
Tujuan Instruksional Menurut Jenis Perilaku (internal)
Menurut
(Hernawan, 2005) perumusan TIK mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
1. Kognitif :
a. Mencakup pengetahuan ingatan yang
pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan
b. Mencakup pemahaman untuk menangkap makna dan
arti dari bahan yang dipelajari
c. Mencakup kemampuan menerapkan suatu
kaidah atau metode yang baru
d. Mencakup kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan
e. Mencakup kemampuan membentuk suatu
kesatuan
f. Mencakup kemampuan untuk membentuk
suatu pendapat
2. Afektif:
a. Mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan
b. Mencakup kerelaan untuk memperhatikan
secara aktif
c. Mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu
d. Mencakup kemampuan untuk membentuk
suatu sistem nilai
e. Mencakup kemampuan untuk menghayati
nilai nilai kehidupan
3. Psikomotorik:
a. Mencakup kemampuan untuk membedakan ciri
ciri fisik
b. Mencakup kemampuan untuk menempatkan
dirinya dalam memulai gerakan
c. Mencakup kemampuan untuk melakukan
sesuatu rangkaian gerak gerik
d. Mencakup kemampuan untuk melakukan
sesuatu rangkaian gerak gerik dengan lancar
e. Mencakup kemampuan untuk melaksanakan
suatu keterampilandengan lancar, efisien dan tepat
f. Mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan Pola gerak gerik yang mahir
g. Mencakup kemampuan untuk melahirkan
aneka pola gerak gerik yang baru
Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
TIK dapat dilakukan
dengan menggunakan dua format yaitu format Merger dan ABCD format.
1. Format Merger
Merger
merekomendasikan syarat– syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin
dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin
dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku
tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku
tersebut dapat diterima.
Merger
mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan
menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang
menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the
student will be able to”.
2. Format ABCD
Berikut ini penjelasan tentang komponen
perumusan TIK. pada prinsipnya
format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini
menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur–
unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai
berikut (Suparman, 2012):
A = Audience
B =
Behaviour
C =
Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan peserta didik yang
akan belajar. Peserta didik harus dijelaskan secara spesifik. Hal ini
dimaksudkan di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat
menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim
instruksional tersebut. Misalnya siswa kelas X..
b. Behavior
Merupakan perilaku atau kemampuan yang
diharapkan, dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Komponen ini terdiri
atas kata kerja yang menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan
materi yang dipelajari siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata
kerja operasional seperti menjelaskan, memberi, contoh, menyusun, membuat,
merakit, menunjukkan, mengenal dan sebagainya. Contohnya: menjelaskan ciri
makhluk hidup.
c. Condition
Yaitu batasan yang dikenakan kepada
peserta didik atau alat yang digunakan peserta didik saat ia di tes. Komponen C dalam setiap TIK merupakan unsur penting
dalam menyusunan instrumen tes. Komponen C dalam TIK merupakan dasar penyusunan
masalah. Butir soal tes harus relevan dengan TIK. Contoh: dengan diskusi, melalui demonstrasi.
d. Degree
Degree merupakan
tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat
keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku
yang dianggap dapat diterima. Apabila menurut analisis instruksional perilaku
dalam TIK yang bersangkutan merupakan perilaku prasyarat yang harus dikuasai
terlebih dahulu sebelum meneruskan mempelajari perilaku yang lain, kedudukan
komponen D dan TIK yang bersangkutan menjadi sangat penting. Misalkan, minimal
90% benar, paling sedikit 4 benar, dan sebagainya.
Dalam merumuskan
TIK, komponen ABCD dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara berurutan
namun dapat dibalik-balikkan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam bidang pendidikan
misalnya, keadaan saat ini menunjukkan lambatnya para lulusan menerima ijazah
dari perguruan tinggi tempat mereka kuliah. Setelah diteliti ternyata
penyebabnya adalah tidak adanya petugas khusus yang diberi tanggung jawab
menyelesaikan ijazah tersebut. Dalam keadaan seperti ini masalah yang muncul
adalah tidak adanya tenaga yang diberi tugas untuk mempersiapkan mencetak dan
menyerahkan ijazah kepada lulusan. Untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan
pengadaan tenaga khusus untuk tugas tersebut. Tenaga ini mungkin diambilkan
dari unit lain atau direktur baru. Bagi seorang pengembang instruksional
informasi yang bermanfaat adalah informasi tentang kurangnya prestasi siswa
yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau ketrampilan siswa, bukan yang
disebabkan oleh kekurangan perataan kerja. Sikap atasan atau lingkungan kerja
lainnya. Hanya masalah yang disebabkan
kurangnya siswa dalam mendapatkan kesempatan pendidikan atau training yang
dapat diatasi dengan kegiatan instruksional. Oleh karena itu harus ada
langkah-langkah untuk mengatasinya dan
selain itu juga tujuan instruksional dalam kawasan mana pun harus
dirumuskan dalam kalimat dengan kata kerja dan opreasional, serta yang
menunjukkan kegiatan yang dapat dilihat. Kalimat “Siswa akan dapat menjelaskan
atau menguraikan sesuatu” lebih tepat digunakan daripada “Siswa dapat mengerti,
memahami, atau mengetahui sesuatu”.
DAFTAR PUSTAKA
diakses pada
hari Jumat, 7 April 2017 pukul 09.00
diakses pada
hari Jumat, 7 April 2017 pukul 09.05
diakses pada hari Jumat, 7 April 2017
pukul 09.10
diakses pada hari Jumat, 7 April 2017
pukul 09.15
diakses pada hari Jumat, 7 April 2017
pukul 09.15
0 komentar:
Post a Comment