Makalah - Manajemen Proses


BAB I
PENDAHULUAN

A.      PENGANTAR
Manajemen sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer, dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi sekolah dapat dijabarkan melalui proses yang harus dilakukan berdasarkan tahapan-tahapa tertentu.
Kemudian menurut Djojo Jomantarayang disebut proses manajemen yang diimplementasikan ke sekolah adalah serangkaian aktifitas/tindakan yang saling berhubungan dan memiliki tingkatan atau jenjang tertentu dan dilakukan seorang manajer demi tercapainya tujuan sekolahyang dicita-citakan secara efisien dan efektif.
Setiap manajer sekolah atau yang biasa disebut kepala sekolah dala pelaksanaan tugasnya, aktifitasnya dan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan secara umum harus melakukan POAC dengan baik, yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian (controling). Sesungguhnya keempat proses diatas merupakan hasil ikhtisar dari pelbagai pendapat praktisi dan ahli mengenai manajemen. Misalnya Henri Fayol - "perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, koordinasi", Gulick dan Urwick - "Perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, koordinasi, pelaporan dan peranggaran", menurut William M. Fox - "Perencanaan, pengorganisasian, pengendalian", Ernest Dale - "Perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengendalian, inovasi, representasi", menurut Koontz dan O'Donnell - "perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan dan pengendalian”. Proses-proses tersebut kemudian dinyatakan sebagai “langkah-langkah dasar manajemen” atau “batu pondasi manajemen”.



B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana model perencanaan pendidikan beserta prosesnya?
2.      Apa itu perencanaan?
3.      Apa yang disebut dengan pengorganisasian?
4.      Apa makna penggerakan?
5.      Bagaimana proses pengendalian yang efektif?



















BAB II
PEMBAHASAN

Proses manajemen yang bersifat mendasar adalah sebagaimana yang dikemukanan oleh Terry (1990:15) yaitu meliputi planning, organizing, actuating dan controlling. Ada pula yang mengemukakan berbeda. Hikmat (2009: 101-135) menyatakan bahwa proses manajemen pendidikan formal (sekolah) meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, budgeting, staffingdan evaluasi. Subtansi dari masing-masing proses tersebut dapat disimak dari penjelasan berikut.
A.      Hikmat (2009:101-135)
Pertama, tahap perencanaan (planning). Perencanaan pendidikan formal (sekolah) adalah kegiatan yang berkaitan dengan usaha merumuskan program sekolah yang di dalamnya memuat segala sesuatu yang akan dilaksanakan, penentuan tujuan sekolah yang dituangkan dalam visi dan misi, kebijakan- kebijakan yang dijadikan landasan kegiatan sekolah dan menentukan arah yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan sekolah serta metode yang akan dijalankan dalam usaha mencapai tujuan sekolah.
Kedua, tahap pengorganisasian (organizing). Proses pengorganisasian yaitu proses menghubungkan orang-orang yang terlibat dalam organisasi sekolah dan menyatupadukan tugas serta fungsinya dalam sistem jaringan kerja relationship antara satu dan yang lainnya. Dalam proses pengorganisasian lembaga sekolah, kepala sekolah menetapkan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara rinci berdasarkan bagian dan bidang masing-masing sehingga terintegrasi hubungan-hubungan kerja yang sinergis, kooperatif, harmonis dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Ketiga, tahap pengendalian (controling). Pengendalian yaitu meneliti dan mengawasi agar semua tugas dilakukan dengan baik dan sesuai berdasarkan peraturan yang ada atau sesuai dengan deskripsi kerja masing-masing personal. Pengendalian dapat dilakukan secara vertikal maupun horizontal, atasan dapat melakukan pengontrolan kepada bawahannya, demikian pula bawahan dapat melakukan upaya kritik kepada bawahannya. Pengendalian terdiri atas penelitian terhadap hasil kerja sesuai dengan rencana/program kerja, pelaporan hasil kerja dan pendataan berbagai tantangan yang dihadapi serta evaluasi hasil kerja dan problem solving.
Keempat, tahap penyusunan anggaran (budgeting). Setiap lembaga membutuhkan pembiayaan tak terkecuali lembaga sekolah. Suatu anggaran merupakan rencana penggunaan sumber-sumber keuangan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan terpadu. Oleh karena itu penyusunan anggaran harus dilakukan secara matang, terencana, tepat, efektif dan efisien. Sehingga dalam penyusunan anggaran kepala sekolah harus memperhatikan income yang diperoleh sebelum mengeluarkan dana untuk kegiatan tertentu.
Kelima, tahap staffing atau assembling resources. Staffing atau assembling resources termasuk kegiatan organisasi dalam proses manajemen yang sangat penting karena berhubungan dengan penempatan orang dalam tugas dan kewajiban tertentu yang harus dilaksanakan.Dalam menjalankan tugas dan fungsi staffing, kepala sekolah harus melakukan hal-hal berikut; menentukan jenis pekerjaan, menentukan jumlah orang yang dibutuhkan, menentukan tenaga ahli, menempatkan personal sesuai dengan keahliannya, menentukan tugas, fungsi, dan kedudukan pegawai, membatasi otoritas dan tanggung jawab pegawai, menentukan hubungan antar unit kerja, menentukan gaji, upah, dan insentif bagi pegawai serta menentukan masa jabatan, mutasi, pensiun, dan pemberhentian pegawai (berkaitan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, AD/ ART sekolah).
Keenam, evaluasi. Evaluasi artinya menilai semua kegiatan sebagai indikator sukses atau gagalnya pencapaian tujuan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya. Dalam mengkaji masalah yang dihadapi, rumuskan solusi alternatif yang dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dan meningkatkan kualitas keberhasilan di masa yang akan datang. Evaluasi sebagai fungsi manajemen merupakan aktivitas untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses keseluruhan organisasi mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan.
Beberapa langkah menurut Hikmat demi pencapaian tujuan sekolah:
1.         Perumusan Program Sekolah Berdasar Visi dan Misi
Dalam proses perencanaan, agar sekolah dapat berkembang optimal, demi peningkatan kinerja sekolah dan untuk mengantisipasi perubahan atau tuntutan jaman, menjadi hal yang terpenting. Perencanaan program dituangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Idealisasi RPS harus mengacu pada visi dan misi sekolah beserta penjabarannya. Perencanaan program harus dirinci secara terukur, realistis dalam jenis-jenis kegiatan konkret yang mampu dilaksanakan serta tidak terlalu ideal.
Penyusunan RPS sebaiknya dibuat secara partisipatif antara pihak sekolah, bersamadengan stakeholder (pihak yang berkepentingan lainnya), misalnya: Komite sekolah, tokoh masyarakat, dan pihak lain yang peduli pendidikan di sekitar sekolah. Dengan melibatkan mereka, sekolah telah menunjukkan sikap terbuka dan siap bekerjasama. Hal tersebut akan meningkatkan rasa memiliki, serta dapat mengundang simpati sehingga masyarakat akan merasa senang memberikan dukungan atau bantuan yang diperlukan sekolah.
2.         Meminimalisir Konflik dalam Organisasi Sekolah
Peran menejer (kepala sekolah) merupakan poros manajemen organisasi sekolah. Maka kepala sekolah selaku pimpinan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan sekolah, serta penanaman pemahaman bahwa antar personalia tidak berpandangan sebagai pesaing, namun berpandangan sebagai partner untuk bekerjasama, saling bahu membahu demi terwujudnya tujuan sekolah yang telah dirumuskan.
3.         Perekrutan dan Penempatan Personalia Berdasar Profesionalisme
Terbatasnya sumber daya manusia yang kompeten berdasarkan disiplin ilmu, menjadi alasan penempatan personalia tidak berdasarkan kompetensinya. Disisi lain indikasi proses perekrutan personalia yang tidak sehatpun turut mewarnai dalam permasalahan tersebut. Disinilah peran supervisi pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah dan atau pengawas sekolah dituntut untuk memerankan fungsi pengendalian berpedoman terhadap aturan-aturan yang berlaku.
4.         Penyusunan Anggaran Tepat Sasaran
Anggaran merupakan salah satu bagian penting sebagai penunjang terlaksananya program kerja suatu organisasi, termasuk lembaga pendidikan formal (sekolah). Maka dari itu, penyusunan anggaran harus dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan untuk mencapai tujuan sekolah yang telah dirumuskan.Dalam penyusunan anggaran guna menghindari ketidaktepatsasaran, maka proses penyusunan sebaiknya harus dilakukan secara bersama-sama antara pihak sekolah denganstake holder (komite sekolah, orang tua siswa, dan pihak- pihak yang peduli akan pendidikan). Sehingga tercipta kepercayaan timbal balik melalui penyediaan informasi dan menjamin dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Serta dapat meningkatkan pertanggunggugatan para pengambil keputusan dalam berbagai bidang yang menyangkut kepentingan bersama. Hal ini harus dilakukan untuk mewujudkan asas transparansi dan akuntabilitas anggaran.
Kenyataan yang ada dilapangan menurut penjelasan dari Hikmat adalah sebagai berikut:
Sekolah sebagai institusi memiliki satu tujuan atau lebih. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun rencana atau langkah bagaimana cara untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Pada umumnya tujuan sekolah dipaparkan dalam bentuk visi dan misi sekolah. Namun sering ditemui adanya sekolah dalam merumuskan visi dan misi tidak disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah, sehingga tujuan yang telah dirumuskan tidak tercapai, karena program-program yang dijalankan tidak relevan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Disisi lain perumusan visi misi cenderung terlalu ideal.
Dalam organisasi adanya konflik baik secara horizontal maupun vertikal sudah menjadi kewajaran, tak terkecuali lembaga pendidikan formal (baca: sekolah). Perbedaan prinsip dan sudut pandang yang berbeda, antar personalia tidak didasarkan sebagai partner namun dipandang sebagai pesaing. Sehingga tidak terjalin kerjasama yang harmonis, dalam mencapai tujuan sekolah tersebut.
Disisi lain dalam penempatan personalia, baik tenaga kependidikan maupun non kependidikan tidak atas dasar profesionalisme (kemampuan disiplin ilmu). Hal ini terjadi karena proses perekrutan personalia tidak dilakukan secara sehat, berdasarkan aturan yang berlaku.
Selanjutnya, hal yang tidak kalah penting adalah proses penyusunan anggaran. Kegiatan atau program kerja yang dilakukan tidak diprioritaskan tingkat kepentingannya. Akibatnya, perkiraan anggaran sekolah selalu meleset dari APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah), sehingga terjadi pembengkakan anggaran. Secara otomatis, jika hal tersebut terjadi maka program yang dirumuskan tidak tercover sepenuhnya (program kerja tidak terlaksana).
B.       Terry (1990:15)
1.         Perencanaan (Planning)
Merencanakan pada dasaranya menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa yang akan datang. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang di harapkan.
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan serta sumber yang untuk mencapai tujuan itu seefektif dan seefisien mungkin (Kauffman, 1972:38). Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahakan. Kegiatan dimaksud meliputi: (a) perumusan tujuan yang ingin dicapai; (b) pemilihan program untuk mencapai tujuan itu; dan (c) identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas (Fattah, 1996:49).
Perencanaan merupakan tindakan merumuskan apa, bagaimana, siapa, dan bilamana sesuatu kegiatan akan dilakukan. Kategori perilaku ini termasuk membuat keputusan mengenai sasaran, prioritas, strategi, struktur formal, alokasi, sumber-sumber daya, menunjukkan tanggung jawab dan pengaturan kegiatan-kegiatan. Perencanaan sering disebut juga sebagai jembatan yang menghubungkan kesenjangan atau jurang antara keadaan masa kini dan keadaan yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang. Oleh karena itu perencanaan yang baik hendaknya memperhatikan sifat-sifat kondisi yang akan datang, dimana keputusan dan tindakan efektif dilaksanakan. Itulah sebabnya berdasarkan kurun waktunya dikenal perencanaan tahunan atau rencana jangka pendek (kurang dari lima tahun), rencana jangka menengah/sedang (5-10 tahun), dan rencana jangka panjang (diatas 10 tahun). Dalam konteks pendidikan, Fattah (1996:50) menyatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu (sesuai dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggaraan sistem pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan menurut Atmodiwirio (2000:79) perencanaan adalah suatu usaha melihat kemasa depan dalam hal menentukan prioritas dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan potensi sistem pendidikan nasional, memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, model perencanaan pendidikan yang digunakan adalah mengadopsi model PPBS (planning, programming, budgeting system) yang disebut SP4 (Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran). Esensi dari kegiatan perencanaan dengan model ini adalah sebagai berikut:
a.    Memerinci secara cermat dan menganalisis secara sistematik terhadap tujuan yang hendak dicapai;
b.    Mencari alternatif yang relevan, cara yang berbeda-beda untuk mencapa tujuan;
c.    Menggambarkan biaya total dari setiap alternatif, baik biaya langsung ataupun tidak langsung, biaya telah lewat atau biaya yang akan datang, baik biaya yang berupa uang maupun biaya yang tidak berupa uang;
d.   Memberikan gambaran tentang efektivitas setiap alternatif dan bagaimana alternatif itu mencapai tujuan;
e.    Membandingkan dan menganalisis alternatif tersebut, yaitu mencari kombinasi yang memberikan efektivitas yang paling besar dari sumber yang ada dalam pencapaian tujuan (Suriasumantri, 1980:28).
2.    Pengorganisasian (Organaizing)
Dalam kajian manajemen, istilah pengorganisasian digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
a.    Cara manager merancang struktur formal untuk penggunaan sumber daya-sumber daya keuangan, phisik, bahan baku, dan tenaga kerja organisasi yang paling efektif;
b.    Bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatannya, dimana setiap pengelompokan diikuti dengan penugasan seorang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi anggota-anggota kelompok;
c.    Hubungan-hubungan antara fungsi, jabatan, dan tugas para karyawan;
d.   Cara manajer membagi tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam organisasinya dan mendelegasikan wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas.
Dalam pengertian yang lebi utuh, Handoko (1992:168) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas- tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengorganisasian dapat ditunjukkan dalam tiga langkah prosedur sebagai berikut:
a.    Pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi;
b.    Pembagian pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak efisien dan terjadi biaya yang tidak perlu;
c.    Pengadaan dan pengembangan suatu mekani untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Mekanisme pengkoordinasian ini akan membuat para anggota organisasi menjaga perhatiannya pada tujuan organisasi dan mengurangi ketidak-efisienan dan konflik- konflik yang merusak.
Pandangan lain mengenai isu pengorganisasian dikemukakan oleh Stoner (1986:62) yang menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan proses yang berlangkah jamak, yang terdiri dari lima tahap. Pertama, memerinci pekerjaan, yaitu menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua, membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perorangan atau perkelompok. Dalam tahap ini perlu diperhatikan bahwa orang-orang yang akan diserahi tugas harus didasarkan pada kualifikasi, tidak dibebani terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan. Ketiga, menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional dan efisien. Keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam suatu kesatuan yang harmonis. Kelima, melakukan monitorin dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas.
3.    Penggerakan (Actuating)
Penggerakan (actuating) merupakan fungsi fundamental dalam manajemen. Diakui bahwa usaha-usaha perencanaan dan pengorganisasian bersifat vital, tetapi tidak akan ada output konkrit yang dihasilkan tanpa ditindaklanjuti kegiatan untuk menggerakkan anggota organisasi untuk melakukan tindakan.
Penggerakan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha, cara, tekni, dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif, dan ekonomis (Siagian, 1992:128). Sedangkan Terry (1990:313) menyatakan bahwa actuating merupakan usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.
Isu yang selalu mengemuka dalam pembahasan fungsi penggerakan adalah berkenaan dengan pentingnya fungsi ini dalam keseluruhan kegiatan manajemen, karena secara langsung ia berkaitan dengan manusia beserta segala jenis kepentingan dan kebutuhannya. Sekaitan dengan perkembangan teori manajemen yang dikenal dengan “Gerakan Human Relations”, diajukan konsep yang dikenal dengan istilah the ten commandments of human relations, yang dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan fungsi penggerakan. Isi dari prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Sinkronisasi antara tujuan organisasi dengan tujuan anggota organisasi;
b.    Suasana kerja yang menyenangkan;
c.    Hubungan kerja yang serasi;
d.   Tidak memperlakukan bawahan sebagai mesin;
e.    Pengembangan kemampuan bawahan sampai tingkat maksimal;
f.     Pekerjakan yang menarik dan penuh tantangan;
g.    Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja yang tinggi;
h.    Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai;
i.      Penempatan personil secara tepat;
j.      Imbalan yang sesuai dengan jasa yang diberikan.
Dalam penyajian yang lebih spesifik Siagian (1992:137) mengemukakan sepuluh prinsip pokok menggerakkan anggota organisasi yang berbingkai “human relations” yaitu sebagai berikut:
a.    Para anggota organisasi akan bersedia mengerahkan segala kemampuan, tenaga, keahlian, keterampilan dan waktunya bagi kepentingan pencapaian tujuan organisasi apabila kepada mereka diberikan penjelasan yang lengkap tentang hakikat, bentuk dan sifat tujuan yang hendak dicapai orang itu;
b.    Karena itu amatlah penting mengusahakan agar setiap orang dalam organisasi menyadari, memahami secara tepat, dan menerima tujuan tersebut bukan saja sebagai sesuatu yang layak untuk dicapai, akan tetapi juga sebagai wahana terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Karena itu perlu diusahakan turut sertanya para anggota organisasi dalam menentukan tujuan dan berbagai sarana yang ingin dicapai itu;
c.    Usaha meyakinkan para anggota organisasi untuk memahami dan menerima tujuan dan berbagai sasaran tersebut diperkirakan akan lebih mudah apabila para manajer berhasil pula meyakinkan para bawahannya bahwa dalam mengemudikan organisasi, para manajer tersebut akan menggunakan gaya manjerial yang mencerminkan atas harkat dan martabat para bawahannya sebagai insan politik, insan ekonomi, makhluk sosial dan sebagai individu dengan jati diri yang bersifat khas;
d.   Pimpinan organisasi perlu menjelaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan ditempuh oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional yang sekaligus berusaha memuaskan baerbagai kebutuhan para bawahan tersebut;
e.    Para manajer perlu menjelaskan bentuk pewadahan kegiatan yang dianggap paling tepat untuk digunakan, dengan penekanan diberikan pada interaksi positif antara orang-orang dalam satu-satuan kerja dan antar satuan kerja dalam organisasi yang telah disepakati bersama;
f.     Perlu dijelaskan kepada anggota organisasi, tingkat kedewasaan dan kematangan teknik dan intelektual apa yang diharapkan dari para anggota organisasi sehingga manajemen dapat mencari keseimbangan antara orientasi tugas dan orientasi manusia dalm menjalankan roda organisasi;
g.    Diperlukan penekanan yang tepat mengenai pentingnya kerjasama dalam melaksanakan tugas meskipun dalam organisasi terdapat pembagian tugas, pengelompokan dalam berbagai satuan kerja dan pengetahuan atau keterampilan yang bersifat spesialistik. Artinya perlu penekanan pada pentingnya organisasi bergerak secara terkoordinasi dan sebagai satu kesatuan yang bulat;
h.    Para manajer perlu memahami berbagai jenis kategorisasi kebutuhan manusia berdasarkan teori ilmiah dan menguasai situasi dan kondisi yang berpengaruh sehingga teknik pemuasa yang paling tepat dapat dipilih dan diterapkan;
i.      Dalam mengemudikan organisasi para manajer harus bias menunjukkan bahwa dengan menggunakan gaya manajerial tertentu, mereka bertindak secara rasional dan objektif berdasarkan kriteria dan “takaran-takaran” tertentu yang telah disepakati bersama;
j.      Dalam menggerakkan para bawahan, para manajer harus selalu mempertimbangkan pandangan para bawahan tentang organisasi, kemampuan yang dimiliki oleh organisasi dan situasi lingkungan yang turut berpengaruh.
4.    Pengawasan (Controlling)
a.    Pengertian dan Proses Dasar Pengawasan
Titik tolak yang digunakan dalam membahas pengawasan sebagai salah satu fungsi organik manajemen ialah definisi yang mengatakan bahwa pengawasan merupakan “proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”. Sebagai fungsi organik, pengawasan merupakan salah satu tugas yang mutlak diselenggarakan oleh semua orang yang menduduki jabatan manajer, mulai dari manajer puncak hingga para manajer rendah yang secara langsung mengendalikan kegiatan- kegiatan teknik yang diselenggarakan oleh semua petugas operasional.
Proses dasar pengawasan terdiri atas tiga tahap, yaitu:
1.    Penetuan standar hasil kerja
2.    Pengkuran hasil kerja; dan
3.    Koreksi terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi.


Penjelasan dari masing-masing tahapan dapat disimak dari penjelasan di bawah ini.
1.    Penentuan Standar Hasil Kerja
Standar hasil pekerjaan merupakan hal yang amat penting ditentukan karena terhadap standar itulah hasil pekerjaan dihadapkan dan diuji. Tanpa standar yang ditetapkan secara rasioanal dan obyektif manajer dan pelaksana tidak akan mempunyai kriteria terhadap mana hasil pekerjaan dibandingkan sehingga dapat mengatakan bahwa hasil yang dicapai memenuhi tuntutan rencana atau tidak.
Standar hasil itu dapat bersifat fisik,misalnya dalam arti kuantitas barang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, jumlah jam kerja yang digunakan, kecepatan penyelesaian tugas, jumlah atau tingkat penolakan terhadap barang yang dihasilkan dan sebagainya. Dalam melakukan pengawasan, hal-hal yang bersifat keperilakuan pun harus diukur seperti kesetiaan, semangat kerja, disiplin dan sebagainya.
2.    Pengukuran Prestasi Kerja
Perlu ditekankan terlebih dahulu bahwa karena pengawasan ditujukan kepada seluruh kegiatan yang sedang berlangsung sering tidak mudah melakukan pengukuran hasil prestasi kerja para anggota organisasi secara tuntas dan final. Meskipun demikian, melalui pengawasan harus dapat dilakukan pengukuran atas prestasi kerja walaupun besifat sementara. Pengukuran sementara demikian menjadi sangat penting karena ia akan memberi petunjuk tentang ada tidaknya gejala-gejala penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan.
Pengukuran prestasi kerja terdiri dari dua jenis, yaitu yang relatif mudah dan yang sukar. Ada berbagai prestasi kerja yang relatif mudah diukur karena standar yang harus dipenuhi pun bersifat konkrit. Pengukuran yang relatif mudah itu biasanya berlaku bagi prestasi kerja yang hasilnya konkrit dan pekerjaaan yang biasanya dilakukan pun biasanya bersifat teknis. Yang kedua adalah pengukuran yang relatif sukar dilakukan karena standar yang harus dipenuhipun tidak selalu dapat dinyatakan secara konkrit. Misalnya, jumlah keputusan yang diambil seorang pengambil keputusan tidak identik dengan efektivitas kepemimpinan seseorang.
3.    Koreksi terhadap Penyimpangan
Meskipun bersifat sementara, tindakan korektif terhadap gejala penyimpangan, penyelewengan, dan pemborosan harus bisa diambil. Misalnya, apabila menurut pengamatan selesainya proses produksi tertentu akan lebih lama dibandingkan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam rencana, manajer penanggungjawab kegiatan tersebut harus dapat mengambil tindakan segera, umpamanya dengan menambah orang, memperbaiki mekanisme kerja dan tindakan lain yang sejenis.
b.   Pengawasan yang Efektif
Pengawasan yang efektif haruslah melibatkan semua tingkat manajer dari tingkat atas sampai tingkat bawah, dan kelompok-kelompok kerja. Konsep pengawasan yang efektif mengacu kepada pengawasan mutu terpadu atau Total Quality Control (TQC).
Di dalam dunia pendidikan TQC akan dapat efektif jika pada setiap tingkatan pendidikan mempunya keterpaduan, kerja sama yang baik antara kelompok kerja (guru) dan pimpinan dalam melakukan pengawasan mutu. Ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pengawasan yang efektif, yaitu:
1.    Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan dan kriteria yang dipergunakan dalam sistem pendidikan, yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. Tujuan-tujuan pendidikan dalam berbagai tingkatan, mulai Tujuan Pendidikan Nasional (GBHN), Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, Tujuan-tujuan Mata Pelajaran (TIU,TIK). Agar standar pengawasan pendidikan ini berfungsi efektif semua itu harus dipahami dan diterima oleh setiap anggota organisasi sebagai bahan integral dari sistem pendidikan.
2.    Sekalipun sulit tetapi standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua tujuan pokok, yaitu: untuk memotivasi dan untuk dijadikan patokan guna membandingkan dengan prestasi. Artinya jika pengawasan ini efektif akan dapat memotivasi seluruh anggota untuk mencapai prestasi yang tinggi. Karena tantangan biasanya menimbulkan berbagai reaksi, maka daya upaya untuk mencapai standar yang sulit mungkin dapat membangkitkan semangat yang lebih besar untuk mencapainya daripada kalau yang harus dipenuhi itu hanya standar yang mudah. Namun demikian, jika target terlalu tinggi atau terlalu sulit kemungkinan juga akan menimbulkan patah semangat. Oleh karena itu apabila tidak menetapkan standar yang terlampau sulit bukan meningkatkan prestasi belajar/pendidikan malah menurunkan prestasi;
3.    Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. Disini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan, peraturan, kewenangan, dan tugas-tugas yang telah digariskan dalam uraian tugas (job desciption);
4.    Frekuensi pengawasan harus dibatasi. Artinya, jika pengawasan terhadap karyawan terlampau sering ada kecenderungan mereka kehilangan otonominya dan dapat dipersepsi pengawasan itu sebagai pengekangan. Diberapa segi dianggap bahwa pengawasan itu sebagai sedemikian ketatnya sehingga karyawan cenderung mulai berpikir untuk melakukan pembelaan diri daripada berusaha menunjukkan prestasi kerja yang baik;
5.    Sistem pengawasan harus dikemudi (steering control). Tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya system pengawasan menunjukkan kapan, dan dimana tindakan korektif harus diambil. Masalahnya pengawasan mempunyai implikasi         motivasional dan emosional yang berhubungan dengan konsekuensi fungsional dan disfungsional;
6.    Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu: menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, dan mencegah timbulnya masalah yang serupa.
Contoh kegiatan manajemen sekolah; manajemen peserta didik
No
Perencanaan
Pengorganisasian
Penggerakan
Pengawasan
1.
Perencanaan daya tampung
Penggelompokkan peserta didik berdasarkan pola tertentu
Pembinaan kedisiplinan
Pemantauan peserta didik
2.
Perencanaan penerimaan peserta didik baru

Pencatatan kehadiran peserta didik
Penilaian peserta didik
3.
Analisis materi pelajaran
Pembagian tugas mengajar
Pegaturan pelaksanaan kegiatan tahun ajaran baru
Supervisi pelaksaaan pembelajaran
4.
Penyusunan kalender pendidikan
Penyusunan jadwal pelajaran
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
Evaluasi proses dan hasil pembelajaran
5.
Perencanaan dan pengadaan guru dan pegawai baru

Pembinaan kesejahteraan guru dan pegawai













BAB III
SIMPULAN

Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa proses manajemen itu sangat lah penting, sehingga sebuah pekerjaan itu bisa berjalan sesuai rencana dan bisa menghasilkan sesuatu sesuai harapan. Adapun proses manajemen yang bersifat mendasar yaitu: (a) perencanaan (planning), (b) pengorganisasian (organizing), (c) penggerakan (actuating), (d) pengawasan (controlling).
a.         Perencanaan merupakan tindakan merumskan apa, bagaimana, siapa, dan bilamana sesuatu kegiatan akan dilakukan. Perencanaan sering disebut juga sebagai jembatan yang menghubungkan kesenjangan atau jurang antara keadaan masa kini dan keadaan yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang.
b.        Pengorganisasian merupakan proses yang berlangkah jamak, yang terdiri dari lima langkah. Pertama, memerinci pekerjaan. Kedua, membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perorangan atau perkelompok. Ketiga, menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional dan efisien. Keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam suatu kesatuan yang harmonis. Kelima, melakukan monitoring daan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan dan menyesuaikan efektivitas (Stoner, 1986:62).
c.         Penggerakan merupakan fungsi fundamental dalam manjemen. Penggerakan juga dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif, dan ekonomis (Siagian, 1992:128). Sedangkan menurut Terry (1990:313) menyatakan bahwa penggerakan merupakan usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelompok sedimikan rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.
d.        Pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.





















DAFTAR PUSTAKA



Hikmat. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Jomantara, Djojo. 2011. Pengertian Manajemen. dalam
http://www.scribd.com/doc/.Diunduh pada 12 Maret 2014

Sutomo.2012. Manajemen Sekolah. Semarang:Unnes Press

NgeTech

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Post a Comment

 
biz.