PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebelum membahas model pengembangan instruksional, perlu dipahami dulu apa
itu pengembangan instruksional. Pengembangan instruksional merupakan
terminalogi yang berkembang sejak tahun 1970, dimana Indonesia mulai
popular menggunakan PPSI
( Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional).
Merangkum
dan mengkaji pendapat Clarence Schauer (1971), Hamreus (1971), Buhl (1975),
Twelker, Urbach dan Buck (1972), Reigeluth (1978) dan AT&T pengertian
pengembangan instruksional adalah proses yang sistematis dalam mencapai tujuan
instruksional secara efektif dan efisien melalui pengidentifikasian masalah,
pengembangan strategi dan bahan instruksional, serta pengevaluasian terhadap
strategi dan bahan instruksional tersebut untuk menentukan apanya yang harus
dievaluasi.
Pengembangan
instruksional dan desain instruksional secara konseptual dapat dipilah bidang
garapannya. Proses desain dimulai dari identifikasi masalah dan diakhiri dengan
indentifikasi bahan dan strategi instruksional. Sedangkan proses pengembangan
dimulai dengan memilih atau mengembangkan bahan instruksional dan menuangkannya
ke dalam strategi instruksional yang telah didesain kemudian diakhiri dengan
mengevaluasi strategi berikut bahan instruksional tersebut untuk meningkatkan
efektifitas dan efesiensinya.
Tetapi
perbedaan secara konseptual itu sulit dipraktikkan karena pada kenyataannya
proses pengembangan instruksional bila harus berdiri sendiri akan mulai dari
titik awal yaitu identifikasi masalah sebagaimana halnya permulaan kegiatan
desain instruksional. Sebaliknya, proses desain instruksional bila harus
berdiri sendiri tidak berhenti pada pengidentifikasian bahan dan strategi
instruksional karena desain seperti itu tidak mungkin diketahui kualitasnya
bila belum digunakan untuk mengembangkan bahan instruksionalnya ( M. Atwi
Suparman, 2001:32).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Asumsi
Dasar Desain Instruksional ?
2.
Apa yang dimaksud
dengan Definisi
Pembelajaran atau Kegiatan Instruksional dan Desain Instruksional ?
3.
Bagaimana Teori Yang Mendasari Desain
Instruksional ?
4.
Apa yang dimaksud PROJECT MINERVA INSTRUCTIONAL SYSTEMS
DESIGN?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Asumsi Dasar
Desain Instruksional
2.
Mengetahui
Definisi Pembelajaran atau Kegiatan Instruksional dan Desain
Instruksional
3.
Mengetahui
Teori Yang Mendasari Desain
Instruksional
4.
Mengetahui PROJECT MINERVA INSTRUCTIONAL SYSTEMS DESIGN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asumsi Dasar
Desain Instruksional
Terdapat banyak
model desain instruksional yang diciptakan banyak pakar.Para pengguna setiap
model memilih di antara model-model tersebut berdasarkan pandangan
masing-masing tentang kesesuai dan kebutuhan di tempat kerjanya. Dipihak lain,
para pencipta model tersebut memiliki asumsi dasar yang membawa pikiran mereka
pada saat penciptaanya.
Berikut ini
adalah beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam desain instruksional. Gagne,
Wager, golas, & Keller (2005, hal.2-3) mengemukakan enam asumsi dasar
tersebut yang diuraikan secara singkat sebagai berikut .
1.
Desain
instruksional dimaksudkan untuk membantu individu belajar lebih dari sekedar
melaksanakan proses pengajaran. . asumsi dasar pertama ini menyatakan bahwa
desain instruksional sebagai bidang keahlian dimaksudkan untuk membantu peserta
didik dalam proses belajar yang terarah pada pencapaian hasil belajar dan
peningkatan kinerja peserta didik, bukan sekedar alat bantu proses mengajar
bagi kepentingan pengajar.
2.
Belajar
adalah proses komplek yang mempengaruhi oleh banyak variabel yang saling
terkait seperti ketekunan, waktu belajar, kualitas instruksional, kecerdasan
bakat, dan kemampuan belajar peserta didik. Suatu model desain instruksional
tidak dapat hanya focus pada satu variabel instruksional, misalnya metode
instruksional atau tes hasil belajar saja. Asumsi dasar ini menekankan pada
prinsip bahwa proses desain intruksional menggunakan pendekatan system (system approach) yang merangkaikan
setiap komponen instruksional secara sistemik dan sistematik. Langkah awal yang
merumuskan tujuan instruksional umum berdasarkan kebutuhan instruksional
diikuti langkah-langkah berikut secra runtut, tidak melompat-lompat karena
hasil langkah yang sebelumnya menjadi dsar untuk melakukan langkah berikutnya.
Pencipta suatu model desain instruksional terus menerus mengingatkan bahwa
desain instruksional adalah suatu system yan memiliki berbagai sub-subsistem
yang masing-masing memiliki fungsi sendiri dan secara bersama mempunyai satu
fungsi yang terarah pada terciptanya kegiatan instruksional yang efektif dan
efisien. Pada pihak pengguna suatu model desain instruksional diharapkan
menempatkan diri pada posisi sejalan dengan asumsi tersebut, yaitu bekerja
secara konsisten menerapkan asumsi dasar pendekatan system tersebut sepanjang
proses mendesain suatu kegiatan instruksional.
3.
Model
desain instruksional dapat diaplikasikan pada berbagai tingkatan (levels), seperti perencanaan
instruksional untuk kegiatan satu hari, beberapa hari lokakarya, perkuliahan
satu smester untuk satu mata kuliah, atau program perkuliahan untuk empat tahun
pada suatu program studi. Desain intruksional dapat menjadi upaya individu atau
melibatkan satu tim pendesain (designers),
seperti ahli materi, ahli desain grafis, ahli evaluasi pendidikan, dan tenaga
produksi media cetak dan atau multimedia, dari proyek berskla kecil seperti
satu-dua jam kegiatan instruksional saja. Bagi seorang pengajar yang bertekad
bekerja sendiri sebagai, pendesain instruksional untuk bidang yang dikerjakan,
maka ia oerlu bekerja keras untuk menguasai berbagai kehalian seperti yang
dimiliki satu tim.
4.
Desain
adalah proses interaktif dengan melibatkan peserta didik. Asumsi ini
menjelaskan bahwa desain instruksional menganut prinsip leaner-centerd atau berorientasi pada peserta didik sehingga
peserta didik ikut terlibat dalam proses desain instruksional, baik pada saat
awal dalam mengidentifikasi
kebutuhan dan masalah instruksionl maupun pada proses selanjutnya, hingga
evaluasi formatif dan revisi. Keterlibatan peserta didik dalam proses desain
instruksional menjamin relevansi produknya, yaitu model bahan instruksional
atau system instruksional. Produk ini akan dapat memenuhi kebutuhan peserta
didik atau memecahkan masalah instruksional yang diidentifikasi pada langkah
awal desain instruksional.
5.
Desain
instruksional itu sendiri adalah suatu proses yang terdiri dari sejumlah
subproses, mulai dari perumusan tujuan instruksional umum hingga evaluasi
formatif untuk menghasilkan program atau produk instruksional. Asumsi ini
mengingatkan setiap orang yang terlibat dalam proses desain instruksional bahwa
yang terbentuk sebagai suatu system bukan hanya menyangkut proses pelaksanaan
kegiatan instruksional saja, tetapi juga proses desain instruksional yang mendahuluinya.
6.
Berbeda
jenis hasil belajar yang diharapkan menuntut pula perbedaan jenis kegiatan
instruksional. Asumsi ini menyatakan bahwa hasil belajar yang diharapkan
dikuasai peserta didik dan kemudian didiskripsikan dalam tujuan instruksional
umum dan khusus, merupakan satu-satunya acuan untuk melakukan langkah-langkah
desain instruksional. Mengapa ?keberhasilan proses desain instruksional pada
akhirnya ditentukan oleh tercapai tidaknya tujuan instruksional yang
dilaksanakn berdasarkan hasil proses desain tersebut.
Setiap orang
yang berpengalaman menjadi praktisi profesional dalam kegiatan instruksional
seperti para pengajar di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, tentu memiliki
kepercayaan tentang bagaimana peserta didik belajar. Kepercayaan itu bersumber
dari pengalaman pribadi, refleksi diri, diskusi dengan teman sejawat,
pengamatan terhadap peserta didik yang diajar, komentar dari peserta didik yang
diajar, membaca hasil penelitian sendiri dan orang lain serta berbagai buku
tentang belajar dan pembelajaran atau kegiatan instruksional. Dari kepercayaan
seperti itu terdapat beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh pedesain
instruksional, misalnya prinsip contiguity
atau keberdampingan.Prinsip ini menyatakan bahwa setiap stimulus harus
ditampilkan secara simultan dengan respons yang ideal.Prinsip ini
mengisyaratkan keharusan bagi pendesain instruksional memperlihatakan contoh
praktek yang baik bersamaan dengan deskripsi konsep atau teori yang sedang diajarkanya
dalam bentuk kegiatan sesungguhnya atau minimal berbentuk media.Tanpa pemberian
contoj kongkret atau praktik yang baik maka sulit bagi peserta didik untuk
memahami materi yang diajarkan padanya.
Prinsip lain
adalah repetition (pengulangan).
Prinsip ini menyatakan bahwa stimulus dan respons perlu diulang atau
dipraktikan hingga respons yang ideal dapat ditampilkan oleh peserta
didik.Frekuensi pengulangan itu berfariasi tergantung pada banyak faktor,
seperti jenis dan tingkatan kompetensi yang ingin dicapai peerta didik,
karakteristik peserta didik, karakteristik materi yang diajarkan, dan strategi
instruksional.Prinsip pengulangan ini diterapkan secara konsisten dalam desain
instruksioanl yang menggunakan teknologi informasi atau computer untuk kegoatan
instruksional pada hampir semua bidang pengetahuan seperti matematika, bahasa,
fisika, biologi, kimia, ilmu-ilmu social, keterampilan gerak, dan sikap
perilaku.
Prinsip lain yang seringkali digunakan oleh
pendesain instruksional adalah social-cultureal principles of learning atau
prinsip belajar social-budaya yang menyangkut kecepatan kegiatan instruksional,
kebiasaan peserta didik belajar, urutan materi, penggunaan media dan metode,
dan relevansi atau manfaat materi instruksional. Berbagai variabel tersebut
menjadi bahan pertimbangan penting pada saat proses desain instruksional. Dan
masih banyak prinsip instruksional yang perlu dijadikan acuan oleh pendesain
instruksional sebagaimana yang telah dijelaskan pada prinsip-prinsip desain
instruksional.
B.
Definisi
Pembelajaran atau Kegiatan Instruksional dan Desain Instruksional
1.
Definisi
Kegiatan Instruksional
Banyak definisi
kegiatan instruksional yang dikemukakan oleh berbagai pakar sehingga memberikan
inspirasi yang bervariasi pada para pengajar. Gagne, Robert. M., and Briggs,
Leslie J. (1974) misalnya, mendeskripsikan kegiatan instruksional sebagai suatu
set pariwisata yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang
sifatnya internal. Definisi ini memiliki kata kunci “satu set pariwisata” yang
berarti merupakan rangkaian kegiatan. Kata kunci lain adalah “proses belajar
yang sifatnya internal” kata kunci ini menunjukkan bahwa tujuan dan kegiatan
instruksional adalah proses belajar yang terjadi dalam diri peserta didik.
Ahli lain,
Banathy, Bela H, (1968, hal 26) menyatakan bahwa kegiatan instruksional adalah
“any interaction between the attainment
through which the learner is making progress toward the attainment of specific
and purposed knowledge, shills, and attitudes”, yang dimaksud definisi ini
adalah bahwa kegiatan instruksional merupakan interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya sehingga peserta didik mencapai tujuan kegiatan
instruksional seperti yang dimaksudkan, yaitu menyangkut pengetahuan,
keterampilan dan sikap tertentu, lingkungan yang dimaksud disini adalah semua
sumber belajar yang tersedia di sekitar peserta didik dan membantunya pada saat
ia belajar seperti pengajar, buku teks, bahan instruksional yang dirancang
khusus, teman sejawat, teknologi komputer dan akses ke jaringan internet, serta
peristiwa kehidupan yang terjadi tanpa direncanakan.
Tidak terlalu
jauh berbeda dengan Banathy, beberapa pakar lain yaitu Gagne, Robert M, Wager,
Walter W, Golas, Katharine C., Keller,
Jhon M. (2005, hal 1-18) menyampaikan bahwa “Instriction as a set of events
embedded in purposeful activies that facilitate learning. An instructional
system may be defined as an arrangemen of resources and procedures used to
facilitate learning” definisi mereka memang tidak menyebutkan tujuan
instruksional yang spesifik, tetapi istilah purposeful menunjukkan bahwa
kegiatan instruksional harus mempunyai tujuan. Di samping itu, definisi mereka
menunjukkan bahwa kegiatan instriksional itu mengandung unsur pengaturan,
sumber daya prosedur yang mamfasilitasi proses dan hasil belajar.
Ahli lain, Smaldino, Sharon E., Rusel, James D., Heinich, Robert,
Molenda, Michael. (2005) menyatakan bahwa “An
instrictional system consist of a set of interrelated components that work
together, effectively and reliably, within a particular framework to provide
learning activities necessary to accomplish a learning goal”. Definisi
sistem instruksional ini cukup panjang dan komprehensif. Di dalamnya menekankan
beberapa konsep penting seperti adanya satu set komponen yang saling terkait
dan berfungsi bersama sebagai sifat suatu sistem. Konsep penting lainnya adanya
istilah kerangka kerja tertentu dari sistem tersebut yang menunjuk adanya
strategi instruksional tertentu. Akhirnya konsep penting lainnya adalah
pencapaian tujuan belajar.
2.
Definisi
Desain Intruksional
Seperti
dikatakan oleh Hakanson, Brad dan Gibbon, Andrew (2014, hal, v), istilah desain
berasal dari bahasa Latin designare yang mengandung arti menandai, menunjukkan,
menjelaskan, merancang.Desain adalah suatu lokus dari banyak ide dan teori
kontemporer dalam teknologi pendidikan. Mereka menyatakan bahwa “Design-Form the latin designer, to mark
out, point out,describe, design, contrive”. Istilah desain pada awalnya
sering kali digunakan dalam bidang arsitektur, desain industri, desain grafis,
mode busana, dan akhirnya meluas penerapannya ke desain instruksional dalam
teknologi pendidikan. Berbagai konsep yang sama dengan bidang-bidang yang
disebut lebih dahulu, diterapkan dalam desain instruksional, antara lain
berorientasi pada kesesuaian terhadap kebutuhan pengguna, proses yang
sistematik, peningkatan kualitas, dan perubahan secara berkelanjutan, serta
berorientasi pada kualitas, efektivitas, dan efesiensi produksi.
Desain
instruksional merupakan upaya perencanaan ke arah terwujudnya pelaksanaan
kegiatan instruksional yang berkualitas, efektif, dan efesien dalam
memfasilistasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.
Kobeng &
Bagnall (1976) in keller, John M. (2010, hal 22) menyatakan bahwa “Design is a prosess of making dreams come
true”. Definisi ini menjelaskan bahwa desain adalah proses perencanaan
untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan instruksional yang dicita-citakan.
Masih banyak
definisi tentang desain instrukisional yang akan diungkapkan dibawah ini agar
memperkaya pengertian kita. Untuk menghindari kejenuhan kita, sepuluh definisi
hasil literatur review dari berbagai sumber tahun 1970-an hingga tahun 2011
akan dikutip secara berturut-turut sebelum dituangkan dalam sebuah sintesis.
Kesepuluh
definisi tersebut diatas dan dua definisi sebelumnyamemberikan spektrum yang
jelas tentang lingkup desain intruksional dan mengerucut pada suatu sintetis
sebagai berikut.
Desan
intruksional adalah suatu ilmu dan seni untuk menciptakan sistem intruksional
berkualitas melalui proses analitik, sitematik, sistemik, efektif dan efisien
ke arah tercapainya hasil belajar yang sesuai dengan kebutuhan intruksional
peserta didik.
Sintesis
definisi desain intruksional tersebut mengandung berbagai konsep kunci.Pertama,
desain adalah kombinasi dari suatu ilmu dan seni yang taat pada dua azaz, yaitu
azas keilmuan dalam prosedur kerjanya dan azas kesenian pada penciptaan karya
produksinya.Kedua, hasil akhirnya adalah suatu sistem intruksional yang
terverifikasi efektif dan efisien dalam mencapai hasil belajar peserta didik.
Ketiga, untuk memperoleh hasil belajar akhir seperti dimaksudkan dalam butir
dua diatas, desain intruksional berlangsung melalui proses analitikdengan
berfokus pada setiap komponen intruksional. Keempat, sistematik dengan langkah
– langkah yang berurutan.Kelima, sistemik dengan menghubungkan,
mengkombinasikan, dan mengintegrasikan semua komponen intruksional untuk
berfungsi bersama dalam mencapai tujuan bersama, yaitu suatu hasil belajar
peserta didik yang diharapkan.Keenam, hasil belajar yang diharapkan itu sesuai
dengan kebutuhan, yaitu mengatasi kesenjangan antara keadaan hasil belajar saat
ini dengan keadaan hasil belajar ideal.
Seperti yang
terjadi dalam definisi ilmu – ilmu sosial pada umumnya, tidak ada satu definisi
desain intruksional yang dapat diterima oleh semua orang. Perkembangan
pandangan dan praktik desain intruksional tidak akan pernah berhenti dan akan
berkembang terus sejalan dengan dinamika dan masalah intruksional di semua
bidang kehidupan.
C.
Teori Yang Mendasari Desain Instruksional
Istilah
pengembangan sistem instruksional (instructional systems
development) dan desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau
setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun
menurut arti katanya ada perbedaan antara “disain”
dan “pengembangan”. Kata “disain” berarti “membuat sketsa atau pola atau
outline atau rencana pendahuluan”.Sedang “mengembangkan” berarti “membuat
tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif,
dan sebagainya.”
Pengembangan
sistem struksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk
mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji
validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4). Sistem
instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam
praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya
(Baker; 1971, p: 16). Sedangkan Briggs mengemukakan bahwa desain instruksional
adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta
pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan
mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs,
1979, p. 20).
Lebih
lanjut dikatakan bahwa disain sistem instruksional ialah pendekatan secara
sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai
kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi,
media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai
kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu
diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya.
Desain
Instruksional adalah suatu proses sistematis, efektif, dan efisien dalam
menciptakan system instruksional untuk memecahkan masalah belajar atau
peningkatan kinerja peserta didik melalui serangkaian kegiatan
pengidentifikasian masalah, pengembangan, dan pengevaluasian.
Beberapa
istilah juga berkaitan erat dengan desain instruksional antara lain learning, menurut Robert M.
Gagne bahwa belajar merupakan hasil, bukan proses. Hasil tersebut
bekenaan dengan perubahan pada kapabilitas manusia yang secara tetap terjadi
sepanjang periode tertentu dan bukan karena kebetulan sebagai akibat dari
proses perkembangan diri.
Hamrenus
dalam Suparman menyatakan bahwa desain instruksional merupakan proses
sistematik untuk memungkinkan tujuan umum dicapai melalui proses belajar yang
efektif. Proses yang sistematik itu dimulai dengan tujuan umum.
D.
Model Pengembangan Desain Instruksional.
Ada
banyak Model desain instruksional yang berkembang dalam dunia pendidikan dewasa
ini, misalnya SAFE (System Approach For Education), Michigan State University
Instructional Systems Development Model, Project MINERVA Instructional System
Design, Teaching Research System, Banathy Instructional Development System, ,
Dick & Carey model, Kemp model , Three Phase Design Model, The 4CID Model,
ARCS Model, dan banyak lagi model instruksional lainnya. Perkembangannya juga
beragam sesuai dengan kondisi dan tujuan desain instruksional tersebut
diperuntukkan, yang jelas bahwa setiap model dimaksudkan untuk menghasilkan
suatu system instruksional yang efektif dan efisien dalam memfasilitasi
pencapaian tujuan instruksional. Pada dasarnya model instruksional yang
ditawarkan memiliki prosedur yang hamper samaantara satu dengan yang lain, atau
bahkan mengkombinasikan dari berbagai model yang sudah ada untuk kemudian diaplikasikan
kedalam lingkungan pembelajaran yang kita hadapi.
E.
PROJECT MINERVA
INSTRUCTIONAL SYSTEMS DESIGN (TRACEY 1967)
Model ini sangat sesuai digunakan untuk
pengembangan diklat. Langkah – Langkah Model Pengembangan Project Minerva
adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan
data pekerjaan
2. Mengidentifikasi
persyaratan pelatihan
3. Merumuskan
tujuan penampilan
4. Menyusun
tes penampilan
5. Memilih
isi mata pelajaran
6. Memilih
strategi instruksional
7. Memproduksi
bahan instruksional
8. Melaksanakan
kegiatan instruksional
9. Melaksanakan
dan menganalisis tes
10. Mengevaluasi
kegiatan instruksional
11. Tindak lanjut
lulusan
Peruntukan
Model ini sangat sesuai apabila
digunakan untuk pengembangan pendidikan dan latihan (diklat).
Kelebihan
dan Kekurangan
Dalam model ini pada tahap akhir
dilakukan tindak lanjut lulusan, namun dalam setiap tahap tidak dijelaskan
secara terperinci langkah langkah dalam pelaksanaan secara detail.
Model MINERVA
cocok digunakan dalam diklat karena menghasilkan system instruksional yang
mengarah pada pembentukan ketrampilan kerja karyawan.
Tabel
MINERVA project
Project Minerva
1.
Memilih isi mata pelajaran
2.
Memilih strategi instruksional
BAB III
KESIMPULAN
PENUTUP
Pengembangan instruksional adalah
proses yang sistematis dalam mencapai tujuan instruksional secara efektif dan
efisien melalui pengidentifikasian masalah, pengembangan strategi dan bahan
instruksional, serta pengevaluasian terhadap strategi dan bahan instruksional
tersebut untuk menentukan apanya yang harus dievaluasi.
Pada
garis besarnya model-model yang berkembang begitu banyak memiliki dasar dan
prinsip belajar dan instruksional tiga tahap, yaitu tahap definisi, tahap analisis
dan pengembangan system, tahap evaluasi.
Daftar
pustaka
Susilo, Model
Pengembangan Instruksional, https://www.slideshare.net/susiloilo2/persentasi-model-model-pemgembangan-instruksional , 10 April2017
Kusuma, hesti,
Model Pengembangan Instruksional, http://www.sweethest.com/2017/03/model-pengembangan-instruksional-mpi.html , 10 Aril 2017
0 komentar:
Post a Comment