PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap individu merupakan pribadi
yang unik, meskipun terlahir kembar pasti terdapat sesuatu hal
yang membedakan antara keduanya. Perbedaan individu merupakan salah satu aspek yang
memperoleh perhatian dalam bidang pendidikan, terutama kecepatan dan irama perkembangannya.
Sehingga manusia dipandang sebagai makhluk bhineka (individual differences) dengan kekurangan atau
keunggulan masing-masing. Pandangan seperti ini menunjukkan bahwa perbedaan peserta
didik ke dalam kelompok normal dan tidak normal, pintar dan bodoh, dan
pandangan sebelah mata terhadap anak berkebutuhan khusus menjadi tidak relevan lagi,
disinilah perlunya pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan siswa.
Menurut permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 1, pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya. Inclusive Education untuk siswa dengan Special Education Need di sekolah umum adalah menjadi salah satu reformasi seperti dalam sistem pendidikan saat ini. Dan
ia juga menuliskan bahwa IE mengacu pada semua yang dihargai, diterima, dan
dihormati terlepas dari latar belakang etnis dan budaya, social ekonomi,
keadaan, kemampuan, jenis kelamin, usia, agama, keyakinan, dan perilaku.
Dengan melihat pengertian dari pendidikan
inklusif
tersebut, anak berkebutuhan khusus atau yang sering disingkat
dengan ABK
berhak mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak regular. Maka guru di sekolah inklusif harus siap untuk
bekerja lebih giat, karena ABK yang mengenyam di sekolah inklusif adalah
yang terdiri dari beberapa ketunaan atau hambatan. Namun,
bukan hanya pendidikan inklusif saja yang bisa menciptakan pembelajaran yang
efektif bagi ABK, melainkan Sekolah Luar Biasa (SLB) juga bisa menciptakan
pembelajaran yang efektif. Maka, agar pelayanan di sekolah inklusif ataupun di
SLB menjadi
pelayanan yang baik bagi individu, maka diperlukan pengadptasian standar
kompetensi dan komponen kurikulum dalam beberapa materi yang disesuaikan dengan
kemampuan dan hambatan yang dimiliki ABK.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
standar kompetensi dan kurikulum?
2.
Apa yang menjadi
dasar hukum tentang kurikulum pendidikan kelas khusus?
3.
Bagaimana
standar kompetensi pada pendidikan kelas khusus?
4.
Bagaimana
komponen-komponen pada pendidikan kelas khusus?
5.
Bagaimana metode
pengajaran anak berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut dapat diambil beberapa
tujuan yaitu untuk mengetahui:
1.
Pengertian standar
kompetensi dan kurikulum.
2.
Dasar hukum
tentang kurikulum pendidikan kelas khusus.
3.
Standar
kompetensi pada pendidikan kelas khusus.
4.
Komponen-komponen
pada pendidikan kelas khusus.
5.
Metode
pengajaran anak berkebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Standar Kompetensi dan Kurikulum
Standar kompetensi adalah
deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai setelah
siswa mempelajari mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu
pula. Menurut Majid (2012) standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar
pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. Pada setiap mata
pelajaran, standar kompetensi sudah ditentukan oleh para pengembang kurikulum,
yang dapat kita lihat dari standar isi. Jika sekolah memandang perlu
mengembangkan mata pelajaran tertentu misalnya pengembangan kurikulum muatan lokal, maka perlu
dirumuskan standar kompetensinya sesuai dengan nama mata pelajaran dalam muatan
lokal
tersebut.
Menurut
definisi tersebut, SK adalah pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dikuasai peserta didik serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai
dalam mempelajari suatu mata pelajaran. SK mencakup dua
hal, yaitu standar isi (content standards),
dan standar penampilan (performance standards).
SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran
tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah
pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik
terhadap SI.
Sedangkan
dalam UU No. 20 Tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan
dengan tujuan, isi, bahan ajar, dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan nasional. Tujuan berarti apa yang akan
dicapai, materi berarti apa yang akan dipelajari. Proses berarti apa yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan,
sedangkan
evaluasi berarti apa yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan.
Kurikulum bisa bersifat makro, artinya pengaturan tetang
tujuan, isi/materi, proses dan evaluasi dalam skala nasional, tetapi juga bisa
bersifat mikro yaitu pengaturan tentang hal tersebut dalam konteks pembelajaran
di kelas.
B.
Dasar Hukum Kurikulum Pendidikan Kelas Khusus
Menurut permendikbud Nomor 157 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat
3 menjelaskan bahwa kurikulum bagi peserta didik berkelainan dan berkebutuhan
khusus yang mengikuti pendidikan satuan pendidikan khusus atau pendidikan
regular di kelas khusus. Kemudian pada Pasal 6 juga dijelaskan bahwa kurikulum
bagi peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat menggunakan
kurikulum pendidikan regular ataupun kurikulum pendidikan khusus. Kurikulum regular
yang dimaksud tersebut adalah kurikulum 2013 PAUD, kurikulum 2013 SD/MI,
kurikulum SMP/MTs, kurikulum SMA/MA, dan kurikulum SMK/MAK. Dan kurikulum
tersebut bisa digunakan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus yang
tidak memiliki hambatan pada intelektual, komunikasi, dan interaksi/perilaku,
dan hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Jadi, bagi anak berkebuutuhan khusus baik yang
bersekolah di SLB maupun pendidikan regular di kelas khusus/pendidikan inklusif
memakai kurikulum yang sama, sebagaimana dijelaskan di atas yang disesuaikan
dengan kebutuhan anak berkelainan dan berkebutuhan khusus.
Mengenai muatan kurikulum yang ada di pendidikan
khusus dijelaskan dalam permendikbud Nomor 157 Tahun 2014 Pasal 9 yaitu:
1.
Muatan
kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunanetra dan tunadaksa ringan
kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB
disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia
Dini sampai dengan kelas VIII SMP/MTs ditambah program kebutuhan khusus dan
program pilihan kemandirian.
2.
Muatan
kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunarungu kelas I SDLB/MILB
sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan
kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas VI
SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian.
3.
Muatan
kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita ringan, tunadaksa
sedang, dan autis kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau
SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan
Anak Usia Dini sampai dengan kelas IV SD/MI ditambah program kebutuhan khusus
dan program pilihan kemandirian.
4.
Muatan
kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita sedang kelas I
SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau
SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan
Anak Usia Dini sampai dengan kelas II SD/MI ditambah program kebutuhan khusus
dan program pilihan kemandirian.
Mengenai
program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian pendidikan anak
berkebutuhan khusus itu juga dijelaskan dalam permendikbud nomor 157 tahun 2014
pasal 10 ayat 2. Untuk program kebutuhan khusus adalah sebagai berkut:
1.
pengembangan orientasi dan mobilitas,
terutama bagi peserta didik tunanetra;
2.
pengembangan komunikasi, persepsi,
bunyi, dan irama, terutama bagi peserta didik tunarungu;
3.
pengembangan binadiri, terutama bagi
peserta didik tunagrahita;
4.
pengembangan binadiri dan binagerak,
terutama bagi peserta didik tunadaksa;
5.
pengembangan pribadi dan perilaku
sosial, terutama bagi peserta didik tunalaras; dan
6.
pengembangan interaksi, komunikasi, dan
perilaku, terutama bagi peserta didik autis;
Sedangkan
program pilihan kemandirian bagi anak berkebutuhan khusus adalah sebagai
berikut:
1.
teknologi informasi dan komputer;
2.
akupressur;
3.
elektronika;
4.
otomotif;
5.
pariwisata;
6.
tata kecantikan;
7.
tata boga;
8.
tata busana;
9.
komunkasi;
10.
jurnalistik;
11.
seni pertunjukkan; dan
12.
seni rupa dan kriya.
C. Standar
Kompetensi pada Pendidikan Kelas Khusus
Standar
kompetensi pendidikan kelas khusus prinsipnya sama dengan standar pendidikan
pada umumnya yang mencakup kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD), dan
Indikator Keberhasilan-Evaluasi.
Kompetensi Inti adalah tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan
yang harus dimiliki oleh peserta didik pada setiap tingkat, kelas, atau program. Kompetensi Dasar
adalah kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus diperoleh oleh peserta
didik melalui pembelajaran. Kompetensi Dasar merupakan pengetahuan,
keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan
bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan, oleh
karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar
kompetensi. Indikator keberhasilan adalah penanda pencapaian KD yang ditandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB,
SMALB A,B,D,E mengacu kepada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik yang dikembangkan oleh BSNP,
sedangkan SK dan KD untuk mata pelajaran Program Khusus dan Keterampilan
dikembangkan oleh satuan Pendidikan Khusus dengan memperhatikan jenjang dan
jenis satuan pendidikan. Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada
SDLB, SMPLB dan SMALB C,C1,D1,G diserahkan kepada satuan Pendidikan Khusus yang
bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
Dengan
demikian ada tiga jenis
kompetensi (dalam kurikulum) yang harus dicermati oleh guru kaitannya dengan
tujuan pembelajaran dalam setting inklusif, yaitu: Kompetensi Inti (KI);
Kompetensi Dasar (KD), Indikator
keberhasilan.
D. Komponen
Kurikulum pada Pendidikan Kelas Khusus
Menurut Sari Rudiyati dalam Mada (2016) tujuan
adalah seperangkat kemampuan atau kompetensi yang akan dicapai setelah para
siswa menyelesaikan program pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Tujuan
pendidikan atau pembelajaran secara umum terbagi ke dalam tiga jenis kemampuan,
yakni kemampuan yang berupa: (1) kognitif, (2) Afektif dan (3) Psikomotorik. Jika ditinjau dari tingkatan atau lingkupmya, tujuan dapat
dibedakan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalam 4 tingkatan atau lingkup,
yaitu : (1) tujuan pendidikan nasional; (2) Tujuan pendidikan
lembaga/institusional; (3) Tujuan kurikuler; dan (4) Tujuan pembelajaran.
Tujuan
pendidikan yang paling penting untuk dicermati dan dipahami oleh guru adalah
tujuan pendidikan pada tingkat institusi (tujuan lembaga/ institusional) dan
tujuan pembelajaaran (tujuan instruksional). Jika dikaitkan dengan kurikulum
terkini yang berlaku di Indonesia saat adalah Kuriulum 2013, maka yang dimaksud
dengan tujuan pendidikan atau pembelajaran kurang lebih sama dengan apa yang
termaktub dalam kompetensi inti, kompetensi dasar,
dan indikator.
Menurut Suripto dan Sukirman (2017) dalam bahan ajar
Mata Kuliah Pembelajaran Kelas Khusus menyebutkan bahwa kurikulum terdiri dari
3 komponen yaitu:
1.
Komponen Isi (materi)
Yaitu isi materi yang
harus dipelajari oleh siswa untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Materi
pelajaran bisa berupa informasi, konsep, teori dan lain-lain. Materi harus
relevan atau mendukung terhadap pencapaian kompetensi dasar dan standar
kompetensi. Rumusan materi harus dibuat atau dikembangkan oleh sekolah atau
guru yang mengacu pada buku sumber yang relevan, materi tidak tersedia dalam
kurikulum.
2.
Komponen Proses
Adalah
kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa agar bisa menguasai materi dan mencapai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Proses pembelajaran terkait dengan
penggunaan metode mengajar, media pembelajar pengoperasian waktu, pemanfaatan
sumber dan pengelolaan kelas.
3.
Komponen Evaluasi
Yaitu
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan, apakah siswa telah berhasil mencapai kompetensi yang menjadi tujuan
pembelajaran juga untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah berjalan
efektif atau optimal. Jenis
penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian
tersebut. Misalnya, penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan
siswa dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan
penilaian sumatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu semester
atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui perkembangan siswa secara
menyeluruh.
E.
Metode Pengajaran Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam mengajar anak berkelainan atau berkebutuhan
khusus diperlukan sebuah metode yang dianggap paling efektif. Dalam
pemilihannya juga tergantung dengan gaya belajar dan materi yang diajarkan. Menururt
Sudrajat (2015) ada beberapa metode yang digunakan dalam pengajaran anak
berkebutuhan khusus:
1.
Communication
Siswa dalam
belajar tidak akan lepas dari komunikasi baik siswa antar siswa, siswa dengan
fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan komunikasi setiap individu
akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk
kepribadiannya. Proses ini dapat mencakup keterampilan verbal dan non-verbal,
serta berbagai jenis simbol.
2.
Task
Analisis
Analisis
tugas adalah prosedur dimana tugas-tugas dipecah kedalam rangkaian
komponen-komponen langkah atau bagian kecil satu tujuan akhir atau
sasaran.Analisis tugas dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus
dilakukan ke dalam indikator-indikator kompetensi. Analisis tugasuntuk
menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh guru di sekolah sebagai tenaga professional, yang pada giliranya
ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan, sehingga dapat pula
diketahui apakah seorang siswa telah melakukan tugasnya sesuai dengan
kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar berfungsi untuk
mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus dicapai dalam
pembelajaran.
3.
Direct
Instruction
Intruksi
langsung adalah metode pengajaran yang menggunakan pendekatan
selangkah-selangkah yang terstruktur dengan cermat, dalam instruksi atau
perintah.Metode ini memberikan pengalaman belajar yang positif dengan demikian
dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi untuk berprestasi.Pelajaran
disampaikan dalam bentuk yang mudah dipelajari sehingga anak mencapai
keberhasilan pada setiap tahap pembelajaran.Sintaknya adalah orientasi, Prsentasi, latihan
terstruktur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi.
4.
Prompts
Prompt
adalah setiap bantuan yang diberikan pada anak untuk menghasilkan respon yang
benar. Prompts memberikan anak informasi tambahan atau bantuan untuk menjalankan
instruksi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Setiap
individu pastinya memiliki perbedaan masing-masing. Dan karena sebuah perbedaan
itu tidak mengharuskan mereka ada deskriminasi dalam mendapatkan pendidikan.
kemudian pada tahun 2003 diciptakanlah sebuah pendidikan yang tidak membedakan
antara anak normal dengan anak yang berkebutuhan khusus, yaitu pendidikan
inklusi. Untuk pelayanan pendidikan kelas khusus pastinya terdapat standar
kompetensi dan komponen kurikulum yang terstruktur.
Maka agar pelayanan di menjadi
pelayanan yang baik bagi individu maka diperlukan pengadptasian kurikulum dalam
beberapa materi yang disesuaikian dengan kemampuan dan hambatan yang dimiliki
ABK. Hal ini dijelaskan dalam permendikbud nomor 157 tahun 2014 pasal 6
danpasal 7. Untuk komponen kurikulumnya terdiri dari komponen isi, komponen
proses, dan komponen evaluasi. Adapun standar kompetensi yang digunakan dalam
pendidikan kelas khusus prinsipnya juga sama dengan kelas regular, yaitu
terdapat komptensi inti, kompetensi dasar, dan indikator keberhasilan. Ketiga
hal tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lain. Selain itu untuk kefektifan
dalam pembelajaran kelas khusus diperlukan beberapa metode yang sesuai dengan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus yang dalam pembahasan makalah ini telah
dijelaskan ada 4 metode, diantaranya ada communication,
task analisis, direct instruction, dan prompts.
Hal ini dinilai sangat efektif dalam membantu pengajaran bagi pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Kurikulum.
Jakarta: Pusaka Widyatama.
Mada, Andreani. 2016. “Kurikulum ABK di Sekolah Inklusi.” http://andreani77.
blogspot.co.id/2016/05/kurikulum-abk-di-sekolah-inklusi.html (diakses
tanggal 7 Maret 2017).
Majid,
Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
2009. Permendikbud No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusif. Jakarta: Pusaka Widyatama.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
2014. Permendikbud No. 157 tahun 2014 tentang Kurikulum
Pendidikan Khusus. Jakarta: Pusaka Widyatama.
Sudrajat, D.N. 2015. “Metode Pengajaran untuk Anak
Brkebutuhan Khusus.” https://dianns21.wordpress.com/pgsd-unpas/abk/perihal/ (diunduh tanggal 19 Maret 2017).
Suripto dan Sukirman. 2017. Pembelajaran Kelas Khusus. Bahan Ajar. Semarang: Unnes.
0 komentar:
Post a Comment