Makalah - Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional Dan Pemahaman Aplikatif Model Banathy





KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Desain Intruksional tentang Asumsi Dasar dan Definisi Desain Instruk dan Pemahaman Aplikatif Model Banathy. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.    Bapak Kustiono selaku dosen pengampu Mata Kuliah Desain Intruksional.
2.    Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.
3.    Serta pihak-pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




Penulis


\






DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................  i
Kata Pengantar ..........................................................................................  ii
Daftar Isi ..................................................................................................  iii
Bab I Pendahuluan .....................................................................................  1
A.   Latar Belakang .................................................................................  1
B.   Rumusan Masalah .............................................................................  1
C.   Tujuan .............................................................................................  1
Bab II Pembahasan ....................................................................................  2
A.   Perencanaan Pembelajaran …………….……………....……….……………… 2
B.    Pengertian Model Desain Pembelajaran Banathy         ……………………………  2
C.   Tahapan Model Desain Pembelajaran Banathy   ……………………..……..  3
D.   Kelebihan dan Kekurangan Model Banathy        ………………….……..…………..  13
Bab III Penutup .........................................................................................  14
A.   Kesimpulan ......................................................................................  14
B.   Saran ..............................................................................................  10
Daftar Pustaka ...........................................................................................  11


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Istilah model diartikan dalam prosedur kerja yang teratur atau sistematis, tampilan grafis,  dan terdapat pemikiran yang bersifat penjelasan serta saran. Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa sebuah model desain pembelajaran menyajikan bagaimana pembelajaran disajikan berdasarkan teori-teori seperti pembelajaran, psikologi, komunikasi, sistem dan sebagainya.
Ada berbagai model perancangan pembelajaran, serta setiap model pengembangan  desain pembelajaran mempunyai kekurangan dan kelebihan. Dengan adanya beraneka ragam jenis model pengembangan desain pembelajaran memberikan kesempatan yang luas bagi para pengajar untuk dapat memilih model pengembangan desain pembelajaran  yang sesuai dengan ilmu atau pengetahuan yang mereka bina. Pada hal ini pendidik mendapat kesempatan untuk dapat mengembangkan model-model desain pembelajaran yang sudah ada dengan menciptakan model-model turunan dari model pengembangan desain yang sudah ada. Dengan berkembangannya model-model desain dapat memberikan jawaban atas perkembangan zaman.
Banyak masalah yang terjadi pada dunia pendidikan, salah satunya yakni masalah perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran salah satu tahapan yang harus dilakukan guru sebelum mereka melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dan untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran. Pembelajaran bukan sekedar aktivitas rutin pendidikan tetapi merupakan komunikasi edukatif yang penuh pesan, sistemik, prosedural, dan sarat tujuan. Karena itu, ia harus dipersiapkan secara cermat. Seorang guru selain dituntut untuk memiliki ilmu yang cukup untuk mengajar dan komunikatif, guru juga harus memiliki rancangan-rancangan perencanaan pembelajaran agar materi yang disampaikan menjadi terarah dan mudah dimengerti oleh murid-muridnya.
B.   Perumusan Masalah
1.    Bagaimana model benethy pada desain pembelajaran ?
2.    Bagaimana kekurangan dan kelebihan model benethy ?
C.   Tujuan
1.    Untuk menjelaskan tentang model benethy pada desain pembelajaran.
2.    Untuk menjelaskan tentang kekurangan dan kelebihan model benethy.




BAB II
PEMBAHASAN
A.   Perencanaan Pembelajaran
Desain merupakan kerangka, bentuk atau rancangan.langkah pertama dalam fase pengembangan bagi setiap produk atau sistem yang direkayasa. Desain juga dapat didefinisikan berbagai proses aplikasi berbagai teknik dan prinsip bagi tujuan pendefinisian suatu perangkat, suatu proses atau sistem dalam detail yang memadai untuk memungkinkan realisasi fisiknya. Tujuan desainer adalah untuk menghasilkan suatu model atau representasi dari entitas yang kemudian akan dibangun. Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan  secara efektif antara pendidik dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang “perlakuan” berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Sebagai suatu disiplin, desain pembelajaran secara historis dan tradisional berakar pada kognitif dan perilaku.
Dengan kata lain, desain intruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar. Pendekatan sistem dalam pendidikan dapat mencakup beberapa daerah bidang garapan. Misalnya pendekatan sistem kurikulum, sistem pembelajaran, sistem implementasi, sistem implementasi dan sebagainya.
Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran ialah sebagai berikut :
a.    Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual.
b.    Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang.
c.    Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal.
d.    Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia.
e.    Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem.
Pengembangan tersebut dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi disamping proses belajar.


B.   Pengertian Model Desain Pembelajaran Banathy
Model Banathy ada pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy. Model ini berorientasi pada hasil pembelajaran, pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan sistem. Menurut Harjanto (2006:94) pendekatan sistem yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Model pembelajaran ini berorientasi kepada tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah pengembangan sistem pembelajaran terdiri dari 6 jenis kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan sistem (system approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pada langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan dan perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan. Model ini tampaknya hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah, mereka cukup dengan merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu pada tujuan pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam sistem.
C.   Tahapan Model Desain Pembelajaran Bela H Banathy
1.    Tahap 1
Analisis dan Perumusan Tujuan
a.    Maksud system
Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan ini disebut kebutuhan (needs). Bila kesenjangan ke dua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau di selesaikan. Kebutuhan yang besar dan di tetapkan untuk diatasi itu di sebut masalah, sedangkan kebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara atau seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhan yang tidak dianggap sebagai masalah. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan umum, dalam model desain pembelajaran menurut Banathy menggunakan istilah maksud sistem.
b.    Spesifikasi tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang akan dapat dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan proses belajar dan merupakan tujuan yang bermanfaat bagi peserta didik. Tujuan ini kemudian diuraikan menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rinci dan spesifik. Selanjutnya tujuan khusus ini disusun dalam urutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran dipilih dan disajikan kepada peserta didik kelak. Dalam Model Banathy menggunakan istilah spesifikasi tujuan.
c.    Tes acuan patokan
Tes acuan patokan dalam istilah umum adalah pembuatan prototipe. Pembuatan prototipe merupakan permulaan produksi untuk menghasilkan barang yang sesungguhnya. Di samping itu, pada kesempatan ini pula dimulai pengembangan desain evaluasi dan permulaan reviu teknis terhadap sistem tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang akan digunakan untuk mengukur perilaku peserta didik, baik sebelum maupun setelah uji coba nanti.
2.    Tahap II
Mengembangkan Tes (develop test)
Tahap kedua Mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang diinginkan dan digunakan  untuk mengetahui kemampuan yang diharapkan dapat di capai sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Dengan mengembangkan tes pada tahap awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Siswa yang sekolah masing-masing sudah memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda yang di dapatkan sebelum masuk sekolah . Sehingga, salah apabila menganggap siswa kosong dan tidak memiliki kemampuan awal sebelum peserta didik masuk sekolah.

3.    Tahap III
Analisis dan Perumusan tugas-tugas belajar
a.    Menentukan tugas-tugas belajar
Analisis tugas adalah suatu kegiatan penjabaran tugas ke dalam bagian-bagiannya, hal ini menerangkan sebagian dari proses yang dapat dihubungkan dan diorganisasikan satu sama lain. Analisis tugas ini berhubungan dengan kegiatan analisis dan sintesis. Tujuan akhirnya adalah untuk :
1.    Menerangkan tugas yang harus dipelajari murid.
2.    Mengisolasikan tingkah laku yang diperlukan.
3.    Mengidentifikasi kondisi dimana tingkah laku terjadi.
4.    Menetapkan suatu kriteria untuk tingkah laku atau penampilan yang dapat diterima.
Tanpa suatu analisis tugas yang benar, maka guru akan sulit mengemukakan apa yang akan diajarkan, dan guru akan sulit untuk menentukan strategi mengajar yang optimal
b.    Menilai kompetensi masukan
Penilaian berbasis kompetensi harus ditujukan untuk mengetahui tercapainya kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Bentuk penilaian berbasis kompetensi, yaitu:
1.      Penilaian berbasis kelas, yaitu penilaian yang dilakukan guru dalam rangka proses pembelajaran. Penilaian ini bertujuan untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Penilaian berbasisi kelas dapat dilakukan dalam bentuk pertanyaan lisan di kelas, kuis, ulangan harian, tugas kelompok, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas, laporan kerja praktikum
2.      Tes kemampuan dasar, yaitu tes untuk mengetahui kompetensi dasar peserta didik, terutama dalam membaca, menulis dan berhitung. Tes ini dilakukan untuk perbaikan program pembelajaran (program remedial)
3.      Ujian berbasisi sekolah, dilakukan pada akhir jenjang sekolah untuk mendapatkan ijazah atau sertifikat.
4.      Benchemarking, merupakan penilaian terhadap suatu pekerjaan, proses, performence, untuk menentukan tingkat keunggulan dan keberhasilan. Penilaian ini dilakukan untuk menentukan pringkat kelas, menentukan klasifikasi kelas di suatu sekolah
5.      Penilaian portofolio, berisi kumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu
Tujuan dari penilaian berbasis kompetensi adalah :
1.                  Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu.
2.                  Menentukan kebutuhan pembelajar
3.                  Membantu dan mendorong siswa
4.                  Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih
Baik
5.                  Menentukan strategi pembelajaran
6.                  Akuntabilitas lembaga
7.                  Meningkatkan kualitas pendidikan
Indikator penilaian pada penilaian kompetensi menggunakan kata kerja lebih terukur dibandingkan dengan indikator (indikator pencapaian kompetensi). Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan tertentu sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk soal, lembar pengamatan, dan atau penilaian hasil karya atau produk, termasuk penilaian diri.
Sistem ujian berbasis kompetensi yang direncanakan adalah sistem ujian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua komponen indikator dibuat soal, hasilnya dianalisis untuk menetukan kompetensi yang telah dimiliki dan yang belum serta kesulitan peserta didik. Untuk itu digunakan berbagai bentuk tes, yaitu tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja (performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk), maupun penilaian non-tes contohnya seperti penilaian sikap,  minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tes perbuatan dan penilaian non tes dilakukan melalui  pengamatan (observasi).
Bahan ujian yang akan digunakan hendaknya memenuhi dua kriteria dasar berikut ini.
1.      adanya kesesuaian materi yang diujikan dan target kompetensi yang harus dicapai melalui materi yang diajarkan.
  1. bahan ulangan/ujian hendaknya menghasilkan informasi atau data yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan standar sekolah, standar wilayah, atau standar nasional melalui penilaian hasil proses belajar-mengajar.
  2. Bahan ujian atau soal yang bermutu dapat membantu pendidik meningkatkan pembelajaran dan memberikan informasi dengan tepat tentang peserta didik mana yang belum atau sudah mencapai kompetensi.
Penilaian berbasis kompetensi memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
  1. Harus memenuhi prinsip – prinsip dasar penilaian
  2. Harus menggunakan acuan dan patokan belajar tuntas
  3. Berorientasi pada kompetensi
  4. Terintegrasi dengan proses pembelajaran
  5. Dilakukan oleh guru dan siswa.
Dalam proses pelaksanaan evaluasi dengan sistem penilaian berbasis kompetensi terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu :
  1. Valid
Penilaian berbasis kompetensi harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan alat yang dapat dipercaya dan sahih.
  1. Keterbukaan
Penilaian berbasis kompetensi adalah penilaian yang dilaksanakan secara terbuka, artinya guru sebagai evaluator bukan hanya berperan sebagai orang yang memberi nilai atau kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu memahami mengapa kritik itu muncul, oleh sebab itu guru harus terbuka melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberikan penilaian.
  1. Adil dan Obyektif
Penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-bedakan latar belakang siswa.
  1. Mendidik
Penilaian harus memberi sumbangan yang positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian ini dapat dirasakan sebagai penghargaan yang memotivasi bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu semangat bagi siswa yang kurang berhasil.
  1. Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, teratur, terus-menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kemajuan belajar siswa.
  1. Bermakna
Penilaian hendaknya mudah dipahami dan mudah ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
  1. Berorientasi pada Proses dan Hasil
Penilaian berbasis kompetensi bertumpu pada dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan hasil belajar secara seimbang. Penilaian berbasis kompetensi  mengikuti setiap aspek perkembangan siswa, bagaimana cara belajar siswa, bagaimana motivasi belajar, sikap, minat, kebiasaan, dan lain sebagainya dan pada akhirnya menilai bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa.

c.    Melakukan tes masukan
Pada umumnya penilaian hasil pengajaran, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif, telah dilaksanakan oleh guru. Melalui pertanyaan secara lisan atau akhir pengajaran guru menilai keberhasilan pengajaran (tes formatif). Demikian juga tes sumatif yang dilakukan pada akhir program, seperti akhir kuartal atau akhir semester, penilaian diberikan terhadap peserta didik untuk menentukan kemajuan belajarnya.
Penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar peserta ddidik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
1. Sasaran penilaian. Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang. Masing-masing bidang terdiri dari sejumlah aspek. Aspek-aspek tersebut sebaiknya dapat diungkapkan melalui penilaian tersebut.
1)   Ranah Kognitif (Pengetahuan/ Pemahaman)
Penilaian terhadap pengetahuan pada tingkat satuan pelajaran menuntut perumusan secara lebih khusus setiap aspek pengetahuan, yang dikategorikan sebagai: konsep, prosedur, fakta, dan prinsip. Untuk menilai pengetahuan dapat kita pergunakan pengujian sebagai berikut:
a)    Sasaran penilaian aspek pengenalan (recognition)
b)    Sasaran penilaian aspek mengingat kembali (recal)
c)    Sasaran penilaian aspek pemahaman (komprehension)
2)   Ranah Afektif
Sasaran evaluasi ranah afektif (sikap dan nilai) meliputiaspek-aspek, sebagai berikut:
a)      Aspek penerimaan, yakni kesadaran pekaterhadap segala gejala dan stimulus serta menerima atau menyelesaikan stimulus atau gejala tersebut.
b)      Sambutan, yakni aktif mengikuti dan melaksanakan sendiri suatu gejala di samping menyadari/menerimanya.
c)      Aspek penilaian, yakni perilaku yang konsisten, stabil mengandung kesungguahan kata hati dan control secara aktif terhadap perilakunya.
d)     Aspek organisasi, yakni perilaku menginternalisasi, mengorganisasi dan memantapkan interaksi antara nilai-nilai dan menjadikannya sebgai suatu pendirian yang teguh
e)      Aspek karakteristik diri dengan suatu nilai atau kompleks nilai, ialah menginternalisasikan suatu nilai ke dalam system nilai dalam diri individu, yang berprilaku konsisten dengan system nilai tersebut.
3)      Ranah Keterampilan
Sasaran keterampilan reproduktif:
a)      Aspek keterampilan kognitif, mislanya masalah-masalah yang familier untuk dipecahkan dalam rangka menentukan ukuran-ukuran ketepatan dan kecepatan melalui latihan-latihan (drill) jangka panjjang, evaluasi dilakukan dengan metode-metode objektif tertutup.
b)      Aspek keterampilan psikomotorik dengan te tundakan terhadap pelaksanaan tugas yang nyata atau yang disimulasikan, dan berdasarkan criteria ketepatan, kecepatan, kualitas penerapan secara objektif.
c)      Aspek keterampilam reaktif, dilaksanakansecara langsung pengamatan ibjektif terhadap tingkah laku pendekatan atau penghindaran; secara  tak langsung dengan kuesioner sikap.
d)     Aspek ketermapilan interaktif, secara langsung dengan menghitung frekuensi kebiasaa dan cara-cara yang baik yang dipertunjukkan pada kondisi-kondisi tertentu.
Evaluasi keterampilan produktif:
a)      Aspek keterampilan kognitif, misalnya masalah-masalah yng tidak familier untuk dipecahkan dan pemecahannya tidak begitu  rumit, dengan menggunakan metode terbuka tertutup (open ended methods).
b)      Aspek keterampilan psikomotorik, ykani tugas-tugas produktif yang menuntut perencanaan strategi. Evaluasi terhadap hasil dan proses perencanaan ialah dengan observasi dan diskusi
c)      Aspek keterampilan reaktif, secara langsung mengamati system nilai masyarakat dalam tindakannya di luar sekolah.
d)     Aspek keterampilan interaktif dengan observasi ketermapilan dalam situasi senyata.[1][6]
2.    Alat penilaian, penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang objektif.
Alat evaluasi dibagi menjadi dua jenis, yakni: penilaian dengan tes dan penilaian bukan dengan tes. Penilaian dengan tes, ada dua macam tes: (1) educational test, untuk mengukur kemampuan siswa disekolah atau prestasi belajar, (2) mental test, atau tes intelegensi, untuk mengukur intelegensi seseorang, (3). Aptitude test, untuk mengetahui bakat seseorang. Tes lisan dan tes tertulis. Bentuk tersebut banyak digunakan oleh guru, karena penting untuk diukur ketercapainya tujuan-tujuan pembelajaran.
Keuntungan penggunaan tes lisan (oral tes), ialah sebgai berikut:
a.    Tes ini memberikan pengalaman melakukan ekspresi secara lisan pada para siswa.
b.    Siswa mendapat manfaat tertentu dengan mendengarkan respon/jawaban dari siswa lainnya.
c.    Pertanyaan-pertanyaan lisan yang dijawab oleh siswa lebih banyak terhadap pertanyaan tertulis dalam jangka waktu yang sama.
d.   Kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa segera dapat diketahui dan diperbaiki pada waktu itu juga.
e.    Tes tertulis banyak menggunakan penglihatan yang sewaktu membaca dan menulis sesuatu jawaban.
f.     Pengaruh-pengaruh factor luar pada waktu ujian, misalnya sulit menyatakan pendapat secara lisan, dapat dihindari.
3.    Prosedur pelaksanaan tes. Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam bentuk formatif dan sumatif. Hasil evaluasi formatif dijadikan dasar bagi penyempurna proses belajar mengajar. Oleh karena itu standar yang digunakan harus “standar mutlak” . dengan menggunakan standar mutlak, tes ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dicapai oleh murid dan bukan untuk mengetahui status setiap murid dibandingkan dengan murid-murid lainnya dalam kelas yang sama. Pengelolaan evaluasi sumatif dapat ditmepuh dengan menggunakan stndar norma relative (PAN), karena hasil yang dicapai murid lebih menggambarkan statusnya dibandingkan dengan teman lainnya dalam kelas yang sama. Untuk pengisian raport dan ijazah, standar nomra relative dipandang lebih sesuai untuk digunakan

d.   Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang akurat
1.    Dari yang belum diketahui ke yang diketahui
2.    Dari yang sederhana ke yang kompleks
3.    Dari yang konkret ke yang abstrak
4.    Dari observasi ke pemikiran
5.    Dari keseluruhan yang lebih detil, ke keseluruhan yang menyeluruh.
Misalnya jika dikaitkan dengan pembelajaran PAI, materi tentang shalat, yang akan dibahas di dalamnya ialah tata cara shalat, rukun shalat, syarat sah shalat, syarat wajib shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, dan sebagainya

4.    Tahap IV
Mendesain sistem intruksional (design system)
Merupakan salah satu tahapan yang harus ditempuh dalam mengembangkan model pembelajaran benathy, dimana dalam tahap ini perlu mempertimbangkan alternatif-alternatif dan identifikasi yang harus dikerjakan untuk menjamin pesrta didik akan menguasai kegiatan-kegiatan yang telah dianalsis pada tahapan sebelumnya, dalam hal ini Benathy menyebutnya dengan istilah “function analysis”. Lalu perlu diadakannya analisis siapa saja yang memiliki potensi terbaik guna mencapai fungsi tersebut (component analysis) serta perlu ditentukan pula waktu dan tempat fungsi tersebut harus dilaksanakan (design of system). Atau dengan arti lain, mendesain sistem intruksional yaitu pada langkah ini harus mempertimbangkan alternative serta identifikasi langkah apa saja untuk menjamin peserta didik untuk dapat menguasai kegiatan-kegiatan yang sudah dianalisis pada langkah sebelumnya. Dengan hal tersebut, maka ditentukan jadwal dan tempat pelaksanaan berdasarkan masing-masing komponen intruksional. Tahap mendesain sistem intruksional merupakan suatu tahapan yang penting karena tahapan ini digunakan untuk menentukan metode dan media intruksional sehinggga memungkinkan peserta didik untuk dapat mencapai tujuan intrusional, yang meliputi:
1.        Analisis fungsi, isi, dan urutan (fuction analysis)
Tahapan ini digunakan untuk menganalisis fungsi, isi dan urutan dalam mendesain sistem intruksional, sehingga pengembangan model pembelajaran ini dapat sesuai dengan tahapan desain sistem intruksional (design system) serta sesuai dengan tahapan-tahapan pengembangan model pembelajaran Banethy sebelumnya.
2.        Analisis Komponen (component analysis)
Selanjutnya, pada tahapan ini digunakan untuk menganalisis komponen-komponen yang diperlukan dalam tahpan mendesain sistem intruksional. Tujuan dari analisis komponen adalah untuk mengecek dan mengetahui kesiapan serta ketersediaan komponen yang ada.
3.        Distribusi fungsi antar-komponen
Pada tahapan ini melanjutkan tahapan sebelumnya yaitu memastikan pendistribusian fungsi antar-komponen. Sehingga tujuan tahapan ini adalah untuk memastikan penyebaran fungsi antar komponen bisa berjalan dengan baik.
4.                                                    Penjadwalan
Tahapan yang terahir adalah tahapan dimana dari semua tahapan diatas kemudian diimplemtasikan dengan cara penjadwalan.

5.   Tahap 5
Melaksanakan  Kegiatan dan Mengetes Hasil.
Dalam tahap melaksanakan dan mengetes hasil ini, sistem yang sudah di desain sekarang dapat di ujicobakan atau di tes dan di laksanakan. Apa yang dapat dilaksanakan atau dikerjakan siswa sebagai hasil implementasi sistem, harus di nilai agar dapat di ketahui seberapa jauh siswa telah menunjukan tingkah laku seperti yang dimaksudkan dalam rumusan tersebut.

6.   Tahap 6
Mengadakan perbaikan (change to improve).
Berdasakan hasil yang diperoleh dari interpretasi data hasil uji coba revisi dilakukan dari revisi kecil sampai revisi total. Untuk mengakhiri uji coba ulang yang kemudian akan dii mplementasikan harus di ambil suatu keputusan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari evaluasi merupakan umpan balik (feedback) untuk keseluruhan sistem sehingga perubahan-perubahan, jika di perlukan dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem instruksional.
Kendatipun 6 komponen tersebut tampaknya sangat sederhana, namun untuk mengembangkan rancangan sistem pembelajaran model ini memerlukan kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman yang memadai serta wawasan yang luas. Selain dari itu, proses pengembangan suatu sistem menuntut partisipasi pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, administrator, supervisor dan kelompok guru, sehingga rancangan kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di sekolah dan dapat diterapkan dalam sistem sekolah.

D.   Kelebihan dan Kekurangan Model Banathy
1.    Kelebihan
Model Bela H. Banathy ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut :
a.      Menganalisis serta merumuskan tujuan dengan baik, karena terdapat tujuan umum maupun tujuan khusus yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh peserta didik.
b.      Menganalisis serta merumuskan kegiatan belajar, yaitu merumuskan apa yang harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari yang sudah mereka kuasai.
c.      Mengembangkan kriteria tes yang tepat dengan tujuan yang akan dicapai Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan terdapat alat untuk menilai keberhasilannya.
d.      Langkah – langkah yang sedikit sehingga kita bisa lebih efektif untuk membuatnya.
e.      Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Jadi model ini bertumpu pada test peserta didik.
2.      Kelemahan
Ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh model perencanaan Bela H. Banathy ini antara lain:
a.        Hanya terdapat Sedikit langkah sehingga dirasa kurang effesien.
b.        Model ini terfokus pada materi yang baru untuk dipelajari, sehingga dikhawatirkan materi yang lama terabaikan dan akan lupa jika tidak dikaji ulang.



BAB III
PENUTUP
SIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa Model Banathy berorientasi pada hasil pembelajaran, lalu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang didasarkan pada kegiatan belajar mengajar yang merupakan sesuatu yang sangat kompleks, terdiri dari banyak komponen yang satu dengan yang lain harus bekerja sama dengan baik untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Model ini memiliki kekurangan serta kelebihan yaitu hanya terdapat sedikit langkah sehingga dirasa efektif tetapi kurang efisien kurang efisien.



















DAFTAR PUSTAKA

Davies, Ivor K. 1991. Pengelolaan Belajar, Jakarta: Rajawali.
Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dewi, L. Rishe Purnama . Handout Perencanaan Pembelajaran.










NgeTech

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Post a Comment

 
biz.