PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dalam proses
pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya
landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya,
landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun
landasan filosofis pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, kami
mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan
suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik.
Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi
sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah yang
diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu
memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi agar
sesuai dengan kapasitas anak.
Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk
memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan
kurikulum sehingga nantinya pada saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi
tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal. Sehingga unsur psikologis dalam
pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan. Dalam hal ini perlu ada persiapan
konsep yang matang.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam pemaparan makalah ini, beberapa
permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini, antara lain;
1. Bagaimana unsur psikologis mempengaruhi proses
pengembangan kurikulum?
2. Mengapa aspek psikologis perlu diperhatikan
dalam pengembangan kurikulum?, dan
3. Cabang psikologis apa saja yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?
4. Apa saja implikasi landasan psikologis pada
proses pengembangan maupun pelaksanaan kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi
merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun
abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan
kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan (fisik, intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya).
Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan
perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya. Dengan
menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan
dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta
didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari
peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta
penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada
dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi
belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang
perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan,
aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal
lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik
perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang
terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam
pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan
untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan
dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh
peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai
pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan
proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses
pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan
psikologi belajar.
Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi,
tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan
tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana
kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus
mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
1.
Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak
sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama
lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan
tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi
untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan
ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan
tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki
perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum, antara lain;
1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang
sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
2. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat
umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan
pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
3. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang
bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
4. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan,
nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh
lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak
sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum)
dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara
operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik,
2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus
sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah
diterima oleh anak,
3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus
sesuai dengan tahap perkembangan anak,
4. Media yang digunakan selalu menarik perhatian
dan minat anak didik, dan
5. Sistem evaluasi berpadu dalam
satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap
berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji
bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku
yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal
dari kata ajar yang berartisuatu petunjuk yang diberikan
kepada orang supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena
proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang
terjadi secara insting/terjadi karena secara kebetulan bukan termasuk
belajar.
Psikologi belajar yang
berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas,
antara lain[5] ;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty
theory)
Menurut
teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties)
yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat,
daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat
berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran
berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang
telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini
mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran
dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran
pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam
aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi,
teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement).
Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi
sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga,
lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan
individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya
menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut
teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau
aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon
– stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon
seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang
memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of
exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan
antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system
syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus
dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum
akibat(effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon
akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna
daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia
dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan
secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus
yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi
dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal
ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana
diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam
hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu
kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori
ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan
metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara
anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya
diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing
untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive
gestalt field, antara lain ;
Ø Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana
proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik
bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh
peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh
pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
Ø Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak
diimbing untuk mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang.
Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan
batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan
utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
Ø Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman
mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan
ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk
diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
Ø Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi,
memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif
dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja
kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
Ø Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia
tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan.
Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya
terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses
pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik.
Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi
menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat
menentukan dan diperlukan.
D. KESIMPULAN
Pengembangan
kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan.
Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara
termasuk Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu
dipertimbangkan yaitu landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum.
Dalam
pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses
pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan.
Psikologi yang dimaksud di sini, terdapat dua aspek psikologi antara lain;
psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi
perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan
kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum
perlu memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap
peserta didik.
Psikologi
belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang
melakukan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga
terjadi suatu proses belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar,
antara lain; teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory), behaviorisme,
dan organismic/cognitive gestalt field.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. 2005
Papalia, Diane E., et. al. Human
Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis—cet. kedelapanbelas.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2007
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar
Bahasa Indonesia—Edisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum
– electronic book Kurikulum dan Teknologi Pendidikan – UPI. Bandung:
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007
Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum:
Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. 1997
0 komentar:
Post a Comment