Paper - Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengembangan Media Pembelajaran


Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengembangan Media Pembelajaran
Abstrak
Teknologi Pendidikan(TP) dirancang untuk membantu memecahkan permasalahan pendidikan, sehinggamampu memberikan manfaat dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Berbagai bentuk pengalaman belajar, baik yang dapat dicapai di dalam kelas maupun di luar kelas dan pesan-pesan pembelajaran, dapat dikemas dengan memperhatikan kaidah serta prinsip teknologi pendidikan. Dengan pemanfaatan teknologi pembelajaan diharapkan pesan pendidikan dapat dikemas lebih sistemik-sistematik baik dalam kemasan fisik maupun maya, yang tidak lagi dibatasi oleh dimensi ruang maupun waktu, sehingga dapat diterima oleh peserta didik dengan baik, mudah, dan meluas, serta menciptakan pendidikan yang menyenangkan, fleksibel dalam dimensi waktu, ruang, serta mengembangkan potensi peserta didik secara individual. Oleh karena itu, kaidah serta prinsipteknologi pendidikan, seharusnya terimplementasikan ke dalam seluruh proses pendidikan mata kuliah /mata pelajaran, pengembangan diri, bahkan menjadi budaya sekolah. Dosen di Perguruan Tinggi dan guru di sekolah perlu mengintegrasikan dimensi-dimensi teknologi pendidikan ke dalam kurikulum, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam rangka implementasi kaidah serta prinsip teknologi pendidikan ini tentunya masih banyak permasalahan yang terjadi, termasuk penyelenggaraan proses pembelajaran di prodi-prodi Teknologi Pendidikan/Pembelajaran di perguruan tinggi.

Kata kunci: Pendidikan E-Learning, Pengembangan Media Belajar
Pendahuluan
1.      Masalah
e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu e-learning sering disebut juga dengan on-line course. Dalam berbagai literature e-learning tidak dapat dilepaskan dari jaringan Internet, karena media ini yang dijadikan sarana untuk penyajian ide dan gagasan pembelajaran. Namun dalam perkembangannya masih dijumpai kendala dan hambatan untuk mengaplikasikan sistem e-learning ini, antara lain: (a) Masih kurangnya kemampuan menggunakan Internet sebagai sumber pembelajaran; (b) Biaya yang diperlukan masih relatif mahal untuk tahap-tahap awal; (c) Belum memadainya perhatian dari berbagai pihak terhadap pembelajaran melalui Internet dan (d) Belum memadainya infrastruktur pendukung untuk daerah-daerah tertentu  
Selain kendala dan hambatan tersebut di atas, kelemahan lain yang dimiliki oleh sistem elearning ini yaitu hilangnya nuansa pendidikan yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik, karena yang menjadi unsur utama dalam e-learning adalah pembelajaran.
2.      Tujuan Penulisan Artikel
Artikel ini akan mengembangan media pembelajaran berbasis komputer pada pengembangan e-Learning untuk meningkatkan minat belajar siswa

Pembahasan
1.      Permasalahan dalam pengembangan E-Learning
Di Era Globalisasi ini Internet merupakan media yang sangat cepat dalam perkembangannya. Semua Informasi tersedia di Internet dan dapat diakses oleh siapa saja dengan mudah, fleksibel ,cepat dan akurat. Hal inilah yang melandasi adanya ide untuk memanfaatkan Internet sebagai media pembelajaran dalam rangka memajukan pendidikan di Indonesia.
Istilah E–Learning merupakan gabungan dari dua kata yaitu E yang merupakan singkatan dari Electronic (Elektronik) dan Learning (Belajar). Jadi E–Learning adalah Belajar dengan menggunakan bantuan alat Elektronik. Lebih jelasnya E-Learning adalah suatu proses belajar mengajar antara pengajar dengan muridnya tanpa harus bertatap muka satu sama lain. Hal itu dikarenakan bantuan alat elektronik (tepatnya PC) yang terkoneksi dengan Internet sehingga siswa dapat belajar di manapun dan kapanpun tanpa harus datang ke kampus atau ke sekolah.
Saat ini penerapan E-Learning di Indonesia kurang bagus. Hal itu karena besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pengaplikasian E-Learning. Tidak semua perguruan tinggi menggunakan E-Learning dalam proses pembelajarannnya. Hanya perguruan tinggi yang besar saja (mampu dalam hal keuangan) yang mengaplikasikan E-Learning dalam penyampaian bahan ajarnya, itupun tidak semua perguruan tinggi mengaplikasikannya.
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang mengaplikasikan E-Learning diantaranya adalah UNP (Universitas Negeri Padang), UGM (Universitas Gadjah Mada) dan ITB (Institut Teknologi Bandung). Dari ketiga perguruan tinggi diatas telah diketahui bahwa ketiga perguruan tinggi tersebut memiliki dana yang cukup untuk membangun jaringan E-Learning sehingga bisa mengaplikasikan E-Learning dalam proses pembelajarannya.
Antusias pelajar / mahasiswa terhadap penerapan E-Learning dalam proses pembelajaran merupakan kendala tersendiri dalam pengembangan aplikasi E-Learning di Indonesia. Hal itu juga dilandasi oleh beberapa faktor, diantaranya banyak pelajar yang tidak mau tahu dengan perkembangan Internet saai ini, mahalnya biaya penggunaan Internet bagi ukuran kantong pelajar, dan masih banyak faktor lain yang melandasinya.
Penerapan E-Learning di Indonesia akan berjalan dengan baik jika faktor yang menghambatnya dapat teratasi. Dari pihak universitas harus berusaha bagaimana caranya dapat membangun jaringan E-Learning dan menarik minat mahasiswa untuk menggunakannya dengan cara menyediakan fasilitas untuk penggunaan E-Learning. Dari pihak mahasiswa sendiri harus lebih berfikir lagi untuk tidak menggunakan E-Learning karena hal itu akan sangat merugikan diri sendiri.

2.      Sebab kurang sosialisasi tentang cara penggunaannya.
Guru sebagai sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah dan juga membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).

Akan tetapi saat ini Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak benar.
Hugget (1985) mencatat sejumlah besar politisi Amerika Serikat yang mengutuk para guru kurang professional, sedangkan orangtua juga telah menuding mereka tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industrialis pun memprotes para guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanfaat. Sudah tentu tuduhan dan protes dari berbagai kalangan itu telah memerosotkan harkat para guru.
Sikap dan prilaku masyarakat seperti itu memang tidak sepenuhnya tanpa alasan yang bersumber dari para guru. Ada sebagian guru yang terbukti memang berpenampilan tidak mendidik. Ada yang member hukuman badan di luar batas normal kependidikan dan lainnya. Kelemahan lain yang juga ada pada sebagian guru adalah kerendahan tingkat kompetensi profesionalisme sebagai guru. Penguasaan terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar (Syah, 1988).Selain itu, juga ada hasil penelitian resmi yang menunjukkan kekurangmampuan guru, khususnya guru sekolah dasar sebagaimana hasil penelitian Badan Litbang Depdikbud RI menyimpulkan , bahwa kemampuan membaca para siswa SD kelas VI di Indonesia masih rendah. Kesimpulan ini ditarik dari data penelitian yang cukup mengejutkan , yakni bahwa 76,95% siswa kelas VI SD tidak dapat menggunakan kamus.Diantara yang mampu menggunakan kamus pun ternyata hanya 5% yang dapat mencari kata dalam kamus bahasa Indonesia secara sistematis dan benar.Menteri Koordinator Kesra yang menyoroti hasil penelitian tahun 1993 itu menyebutkan , bahwa kegagalan tersebut disebabkan pengajaran para guru hanya mementingkan penguasaan huruf tanpa penguasaan makna (Balikbang Dipbuk RI 94)
Bukti lain kelemahan sebagaian guru ditunjukkan oleh hasil penelitian psiologi yang melkibatkann responden sebanyak 1975 siswa SD Negeri dan Swasta di Jakarta. Penelitian untuk disertasi doctor fakultas Psikologi UI itu menghasilkan kesimpulan bahwa guru di sekolah-sekolah dasar tersebut tidak mamapu mengidentifikasi siswa berbakat (Anonim, 1993).
Kenyataan-kenyataan negatif seperti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan prestise (wibawa yang berkenaan dengan prestasi), khususnya prestise profesionalisme para guru. Ironisnya, kemerosotan prestise profesional sering diikuti dengan kemerosotan prestise sosial dan prestise material (mutrofin 1993). Yaitu bahwa para guru kini kurang dihargai masyarakat.

3.      Media Pembelajaran Berbasis E-Learning
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Secara lebih rinci Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning, yaitu:
·         E-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
·         E-learning dikirimkan kepada pengguna melaluikomputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa dikolongkan sebagai elearning.
·         E-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan.

Uraian di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-learning adalah pemanfaatan teknologi internet. Jadi e-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet.

Keuntungan menggunakan e-learning diantaranya :
a.         menghemat waktu proses belajar mengajar,
b.         mengurangi biaya perjalanan,
c.         menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku),
d.        menjangkau wilayah geografis yang lebih luas,
e.         melatih pelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu e-learning dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional. Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut:
·         E-learning merupakan penyampian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
·         E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
·         E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
·         Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.

4.      Gagasan dalam Pengembangan Media Pembelajaran
Macam-macam media pembelajaran
Media pembelajaran sangat beraneka ragam. Oleh karena itu media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu:
a.    Berdasarkan kemampuan inderanya dibedakan menjadi 3 yaitu:
·      Media audio
Media audio merupakan media pembelajran yang menggunakan indera pendengaran, karena media ini menghasilkan bunyi. Media ini sangat cocok untuk siswa yang memiliki tipe belajar yang cenderung suka mendengarkan. Dengan adanya media audio ini maka siswa yang memiliki tipe belajar yang suka mendengarkan akan lebih mudah memahami materi yang dipelajari.
·      Media visual
Media visual merupakan media pembelajaran yang menggunakan indera penglihatan, karena media ini menghasilkan suatu rupa atau bentuk. Media ini sangat cocok untuk siswa yang memiliki tipe belajar yang cenderung suka melihat. Dengan adanya media visual ini maka siswa yang suka melihat akan lebih mudah memahami materi yang dipelajari.
·      Media audio visual
Media audio visual merupakan gabungan dari media audio dan media visual jadi media audio visual menggunakan kemampuan indera pendengaran dan penglihatan. Dengan media audio visual ini proses penyampaiaan materi akan lebih efektif.
b.   Berdasarkan kemampuan liputannya, dibedakan menjadi 2 yaitu:
·      Media pembelajaran dengan kemampuan liputan yang luas. Media jenis ini dapat menjangkau tempat atau wilayah yang lebih luas dengan jumlah siswa yang banyak. Dengan media ini maka siswa dapat mempelajari hal-hal yang lebih luas dan dapat mengikuti perkembangan.
·      Media pembelajaran dengan kemampuan liputan yang terbatas. Media jenis ini hanya menjangkau wilayah yang sempit dan ruangan tertentu dengan jumlah siswa yang terbatas.
c.    Berdasarkan dimensinya, dibedakan menjadi 2 yaitu:
·      Media 2 dimensi merupakan media yang mempunyai 2 ukuran yaitu panjang dan lebar. Media 2 dimensi ini dapat berupa media bentuk papan, dan media cetak. Pada media bentuk papan dan media cetak hanya dapat menampilkan hal yang memiliki panjang dan lebar saja.
·      Media 3 dimensi merupakan media yang mempunyai minimal 3 ukuran yaitu panjang, lebar dan tinggi. Media 3 dimensi ini dapat berupa model (benda yang menyerupai aslinya) dan realia (benda asli).
Dengan media 3 dimensi siswa akan lebih mudah memahami karena materi yang dibicarakan memiliki contoh yang mirip dengan aslinya. Tidak hanya siswa yang memiliki keuntungan, namun guru juga dpat lebih mudah menyampaikan materi yang sedang diajarkan dengan contoh yang mirip dengan aslinya. 

Media pembelajaran sangat menguntungkan bagi guru dan siswa. Dengan media pembelajaran dapat memudahkan guru untuk menyampaikan informasi atau materi kepada siswa dan siswa dapat lebih mudah mengerti atau memahami materi yang disampaikan oleh guru sehinga dapat memaksimalkan hasil yang akaan dicapai.

Syarat-syarat pembuatan media pembelajaran
Pembuatan media pembelajaaran yang akan digunakan harus memperhatikan dan memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
a.    Faktor Edukatif
Faktor edukatif ini meliputi ketepatan daan kesesuaian media pembelajaran yang digunakan dengan kompetensi yang telah ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Pembuatan media pembelajaran harus sesuai dengan tingkat kemampuan atau daya pikir siswa agar dapat mendorong kretivitasnya. Hal tersebut penting karena jika media pembelajaran yang dibuat tidak sesuai dengan daya pikir siswa maka kreativitas dan keaktivan siswa tidak akan berkembang dan akan mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran. Jika hal itu terjadi maka siswa tidak akan mencapai keberhasilan dan guru akan dianggap gagal dalam menyampaikan materi pembelajaran.
b.    Faktor Teknik Pembuatan
Faktor teknik pembuatan ini meliputi kebenaran atau tidak menyalahi konsep ilmu pengetahuan, bahan dan bentuknya kuat, tahan lama dan lwes (fleksibel) sehingga dapat dikombinasikan dengan alat atau media pembelajaran lainya. Jadi, media pembelajaran yang satu dapat digabungkan dengan media pembelajaran lainnya, namun media pembelajaran tersebut harus sesuai satu dengan yang lainnya.
c.    Faktor Keindahan (Estetika)
Faktor keindahan ini meliputi bentuk yang estetis, ukuran serasi dan tepat dengan kombinasi warna yang menarik. Dengan bentuk yang estetik dan warna yang menarik dapat menarik perhatian siswa untuk menggunakan dan memahami media tersebut. Jadi siswa dapat menjalani proses pembelajaran dengan baik sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Guru juga dapat memberikan inovasi yang baru mengenai cara mengajar dengan menggunakan media pembelajaran.

Penggunaan media pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran sangat bervariasi karena media pembelajaara dapat digunakan dimana saja sesuai kebutuhan. Penggunaan media pembelajaran harus sesuai dengan kondisi di maana media tersebut digunakan, agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal sesuaai tujuan yang diharapkan. Dilihat dari variasi penggunaannya, media pembelajaran dapat digunakan secara perseorangan, kelompok dan siswa dalam jumlah banyak (masal).
1.      Media dapat digunakan secara perorangan
Media dapat digunakan oleh seseorang senirian saja (individual learning). Media seperti ini biasanya dilengkapi dengan petunjuk penggunaan yang jelas sehingga orang dapat melakukannya sendiri. Jadi dengan adanya petunjuk yang telah disediakan seseorang yang akan menggunakan media tersebut dapat mengetahui dan mengerti cara-cara penggunaanya beserta tujuan yang akan dicapai. Media jenis ini tidak efektiv karena jika seseorang mengaalami kesulitan maka dia tidak dapat berdiskusi sehingga harus memecahkan masalah itu sendiri tanpa bantuan orang lain.
2.      Media dapat digunakan secara berkelompok
Media jenis ini dapat digunakan dalam kelompok kecil maupun besar. Dalam kelompok kecil beraanggotakan 2 sampai 8 orang. Sedangkan dalm kelompok besar beranggotakan 9 sampai 40 orang. Keuntungan dari media ini yaitu dapat melakukan diskusi jika terdapat masalah yang timbul. Media yang digunakan secara berkelompok harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
·      Suara yang disajikan oleh media itu harus cukup keras. Hal ini perlu diperhatikan karena dalam berkelompok terdiri dari beberapa orang sehingga suara yang dihasilkan media harus keras agar semua anggota dapat memahami materi yng dipelajari.
·      Gambar atau tulisan dalam media tersebut harus cukup besar. Gambar dan tulisan ini berpengaruh karena jika tulisn dan gambar kecil maka anggota kelompok akan mengalami kesulitan dalam memahami materi yang dilihat.
·      Perlu alat penyaji yang dapat memperkeras suara dan membesarkan gambar. Alat penyaji ini perlu karena dapat memudahkan anggota kelompok dalam memahami materi yang ada dalam media pembelajaran.
3.      Media yang digunakan secara masal
Media ini dapat digunakan oleh puluhan bahkan ratusan orang dan dapat digunakan secara bersama-sama. Media yang dirancang seperti ini biasanya disiarkan oleh pemancar seperti radio, televisi dan sebagainya. Media yang digunakan secara masal ini biasanya disiarkan pada televisi edukasi.

Simpulan
Kebijakan institusi pendidikan dalam memanfaatkan teknologi internet menuju e-learning perlu kajian dan rancangan mendalam. E-learning bukan semata-mata hanya memindahkan semua pembelajaran pada internet. Hakekat e-learning adalah proses pembelajaran yang dituangkan melalui teknologi internet. Disamping itu prinsip sederhana, personal, dan cepat perlu dipertimbangkan. Untuk menambah daya tarik dapat pula menggunakan teori games. Oleh karena itu prinsip dan komunikasi pembelajaran perlu didesain seperti layaknyapembelajaran konvensional. Disini perlunya pengembangan model e-learning yang tepat sesuai kebutuhan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa media pembelajaran secanggih apapun tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya peran guru/dosen. Penanaman nila-nilai dan sentuhan kepribadian sulit dilakukan. Disini tantangan bagi para pengambil kebijakan dan perancang e-learning. Oleh karena itu saya sependapat bahwa dalam sistem pendidikan konvensional, fungsi e-learning adalah untuk memperkaya wawasan dan pemahaman peserta didik, serta proses pembiasaan untuk melek sumber belajar khususnya teknologi internet. Penerapan e-learning dalam proses pembelajaran di UT masih dalam taraf pengembangan. Pengembangan perlu terus dilakukan karena penerapan e-learning merupakan suatu bentuk education change dalam dunia pendidikan baik di Indonesia maupun di dunia. Konsekuensi suatu perubahan adalah munculnya berbagai kendala yang terjadi terutama karena ketidakbiasaan dan ketidaksiapan berbagai pihak dalam menghadapi perubahan tersebut. Kendala-kendala yang muncul pada suatu perubahan harus dilihat sebagai bagian dari perubahan itu sendiri yang hendaknya disikapi dengan optimisme. Penerapan e-leraning dalam proses pembelajaran membutuhkan waktu dan usaha yang berkesinambungan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan e-learning sebagai suatu perubahan dalam proses pembelajaran hendaknya juga menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan yang begitu pesat dalam teknologi informasi. Pengalaman UT dalam menerapkan e-learning untuk kepentingan tutorial menunjukkan bagaimana proses perubahan berlangsung secara bertahap namun berkesinambungan, dari tingkat universitas ke tingkat fakultas. Berbagai cara perlu dicari dan uji coba berbagai penelitian untuk mencari cara yang paling dapat diterima berbagai pihak, dalam hal ini mahasiswa, tutor, dan staf administrasi sebagai pengelola tutorial. Peran budaya yang mempengaruhi mahasiswa dalam penggunaan teknologi mungkin perlu menjadi pertimbangan utama dalam penelitian pengembangan e-learning di Indonesia. Dengan mempertimbangkan kondisi dan budaya, maka diharapkan penerapan e-learning di dunia pendidikan di Indonesia dapat dilakukan dengan maksimal.

           
Daftar pustaka
Adri, M. 2008. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengembangan Media Pembelajaran.
Baisoetii. (1998). Komputer dan Pendidikan. Yogyakarta.
Daniel, Jos (1986). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Slameto (1988) Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Rineka, Cipta, Jakarta

NgeTech

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Post a Comment

 
biz.